Mohon tunggu...
Taufik Mulyadin
Taufik Mulyadin Mohon Tunggu... Guru - Seorang pembelajar sepanjang hayat

Pendidik di Tatar Sunda

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Peringkat Perguruan Tinggi, Memang Perlu?

30 Oktober 2017   01:20 Diperbarui: 30 Oktober 2017   16:21 4053
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: www.topuniversities.com

Di tahun 2017 ini, untuk pertama kalinya, perguruan tinggi Indonesia masuk 300 universitas terbaik dunia. Berdasar data yang dirilis melalui QS World University Rankings (lihat), Universitas Indonesia (UI) menempati ranking ke-277. Kemudian disusul Institut Teknologi Bandung (ITB) di posisi ke-331. Sedangkan ranking perguruan tinggi yang dilakukan oleh Kemenristekdikti (lihat) menempatkan Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai jawara universitas terbaik di Indonesia, disusul ITB, IPB, dan UI. 

Peringkat pergurun tinggi memang telah menjadi tren tak hanya dunia tapi juga di Indonesia. Hal ini tampak dari kebijakan pemerintah melalui Kemenristekdikti untuk menggunakan QS World University Rankings sebagai rujukan resmi peringkat universitas dunia dan mendorong perguruan tinggi Indonesia untuk turut terlibat. 

Tak hanya itu, Kemeristekdikti memberikan bantuan baik materiel maupun non-materiel kepada beberapa universitas yang berpotensi mendapati ranking baik. Sudah bisa ditebak, mereka adalah "Ivy League" nya Indonesia, seperti UI, ITB, dan UGM. Upaya-upaya internal universitas dan juga pemerintah berbuah manis dengan semakin baiknya peringkat perguruan tinggi Indonesia di QS World University Rankings dari tahun ke tahun.

Selain menggunakan ranking perguruan tinggi dunia, Kemenristekdikti juga melakukan pemeringkatan untuk perguruan tinggi di Indonesia. Hal ini telah dilakukan sejak beberapa tahun belakang. Dengan fokus penilaian pada kualitas sumber daya manusia (SDM), manajemen, kegiatan mahasiswa, dan penelitian dan publikasi, setiap tahunnya Kemenristekdikti merilis peringkat perguruan tinggi di Indonesia baik negeri maupun swasta. Sejak tahun 2015, UGM, ITB, IPB, dan UI selalu menempati empat besar. Secara umum, di peringkat 100 besar, perguruan tinggi negeri (PTN) masih mendominasi dibanding perguruan tinggi swasta (PTS). 

Kenapa Harus Ranking?

Menurut Philip G. Albatch, pakar pendidikan tinggi internasional dari Boston College, Amerika Serikat, ada dua hal yang melatarbelakangi semakin besarnya animo penggunaan ranking di dunia pendidikan tinggi. Pertama, ranking sebagai bentuk akuntabilitas. Baik pemerintah maupun masyarakat sebagai penyokong sekaligus pengguna pendidikan tinggi tentunya ingin mengetahui kualitas dari perguruan tinggi. Ranking dianggap sebagai cara yang efektif untuk memenuhi tuntutan ini. Ranking bisa menjadi rujukan pemerintah dalam pengambilan kebijakan khususnya dalam penentuan program dan pengalokasian dana untuk pendidikan tinggi. Juga, bisa digunakan oleh masyarakat untuk menentukan pilihan perguruan tinggi yang terbaik untuk putra-putrinya. 

Kedua, ranking sebagai "magnet". Ranking banyak digunakan perguruan tinggi sebagai strategi untuk mencapai tujuan lainnya seperti gengsi, dana, dan mahasiswa juga dosen terbaik. Seiring kebutuhan pendidikan tinggi yang terus meningkat, persaingan antar perguruan tinggi tak dapat terelakan. Perguruan tinggi tak henti-henti melakukan berbagai upaya untuk menjadi yang terbaik. Ranking menjadi alternatif sistem yang efektif sekaligus efisien untuk memenuhi kebutuhan ini. 

Dengan mendapatkan legitimasi posisinya sebagai yang terbaik, sebuah perguruan tinggi akan mendapat kepercayaan yang lebih besar dari pemerintah, swasta, juga masyarakat. Hal ini tentunya berdampak pada meningkatnya kerjasama dengan pemerintah maupun swasta yang akan menambah pundi-pundi perguruan tinggi tersebut. Selain itu, akan makin banyak mahasiswa dan dosen yang berminat untuk masuk. Alhasil, perguruan tinggi tersebut berkesempatan lebih besar untuk mendapat mahasiswa dan dosen terbaik.

Masalah dalam Ranking

Penggunaan ranking di dunia pendidikan tinggi bukan tanpa masalah. Dalam menentukan ranking perguruan tinggi, metode yang seringkali digunakan adalah dengan menjaring opini dari komunitas akademik terutama pihak manajemen kampus mengenai kampus lainnya. Jadi, ketimbang menilai secara objektif kualitas sebuah institusi, ranking perguruan tinggi cenderung menjadi perlombaan popularitas yang lebih bersifat subjektif. 

Ranking perguruan tinggi juga seringkali hanya fokus pada beberapa faktor seperti pendapatan dana eksternal, jumlah publikasi, proporsi dosen dengan kualifikasi doktor atau profesor, dan kualitas mahasiswa (misal, IPK). Sayangnya, faktor-faktor tersebut tidak selalu menunjukkan kualitas sebuah perguruan tinggi. Misal, jumlah publikasi belum tentu selaras dengan kualitas atau kebermanfaatan artikel tersebut. 

Perguruan tinggi yang lebih kuat di bidang sains biasanya mendapatkan kesempatan dan dana yang lebih besar dari pihak eksternal dibanding perguruan tinggi yang lebih fokus di bidang sosial. Belum lagi, kebanyakan lembaga yang melakukan ranking perguruan tinggi jarang sekali memasukan faktor pengajaran. Padahal faktor ini sangat penting dalam menentukan kualitas pendidikan di sebuah perguruan tinggi. 

Setiap perguruan tinggi tentunya memiliki tujuan, misi, dan keunikan masing-masing. Ranking perguruan tinggi seringkali mengenyampingkan hal ini. Semua perguruan tinggi dianggap seragam sehingga dinilai dengan cara yang sama. Keberagaman perguruan tinggi jarang mendapat ruang. Mereka pada akhirnya dipaksa untuk menyamai model institusi tertentu, perguruan tinggi dengan ranking terbaik. Perguruan tinggi dengan karakter yang tak selaras dengan apa yang menjadi fokus ranking, sudah pasti akan tersisih. 

Bijak dalam melihat dan menggunakan ranking untuk melihat kualitas institusi dan pendidikan tinggi menjadi sebuah keharusan. Pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat bisa tetap menggunakan ranking sebagai acuan. Akan tetapi, harus kritis dengan memastikan ranking tersebut transparan dan akuntabel pada kriteria yang digunakannya. 

Lebih baik lagi jika sistem ranking yang dibuat pemerintah saat ini ditingkatkan dengan menjunjung prinsip keterbukaan, komprehensif, adil, dan akomodatif terhadap keragaman perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Jika saat ini pemerintah menggunakan klasifikasi perguruan tinggi dan politeknik dalam melakukan pemeringkatan, kedepannya bisa dibuat lebih spesifik misal berdasar jenis institusi (dari universitas sampai sekolah tinggi) dan bidang disiplin ilmu. Yang tak kalah penting, peningkatan kualitas berdasar ranking juga harus tampak dan dapat dirasakan langsung baik oleh civitas akademika di perguruan tinggi tersebut, masyarakat, maupun pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun