Menyesuaikan HET resmi ke level Rp19.000 hanya akan melegalkan harga yang sudah ada, memotong keuntungan pasar gelap, dan yang terpenting, menghentikan pendarahan kuota ke luar Jakarta. DPRD DKI Jakarta melalui Komisi B telah berulang kali meneriakkan urgensi ini, mendesak Pemprov untuk segera merevisi Pergub usang tersebut.
Pertanyaannya kini bukan lagi "kapan harga akan naik?", tetapi "untuk siapa kebijakan harga fiktif dan solusi tambal sulam ini sebenarnya dipertahankan?".
Saat warga miskin dipaksa membayar "harga preman" untuk kebutuhan pokok dan anggaran negara terus terkuras, kelambanan Pemprov DKI untuk bertindak bukan lagi bentuk kehati-hatian, melainkan sebuah pembiaran yang merugikan semua pihak kecuali para penjahat. Jakarta butuh pemimpin yang berani mengobati penyakitnya, bukan yang hanya sibuk mengelap lantai yang basah karena keran yang dibiarkan bocor.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI