Mohon tunggu...
Mulyadi SH MH
Mulyadi SH MH Mohon Tunggu... Penulis

Dengan menulis pemikiran kita dapat tersampaikan, menulis juga merupakan senjata intelektualitas

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Putusan MK 188/PUU-XXII/2024 Hantam Aturan Pajak LPG, PMK 'Zombie' Masih Berlaku

17 September 2025   16:30 Diperbarui: 17 September 2025   19:09 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
TESIS KEPASTIAN HUKUM GAS 3KG SEBAGAI BARANG STRATEGIS BEBAS PPN

JAKARTA – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 188/PUU-XXII/2024 telah menjadi palu godam yang meruntuhkan landasan hukum pemungutan pajak atas biaya transportasi elpiji 3 kg. Namun, bagi ribuan agen di seluruh Indonesia, kemenangan ini baru setengah jalan. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang menjadi "surat perintah" pemajakan—yaitu PMK 62/2022 dan pendahulunya, PMK 220/2020—secara teknis masih berlaku.

Menurut saya: putusan MK tidak serta-merta menghapus sebuah PMK dari lembaran negara. Ibarat vonis yang menyatakan fondasi sebuah gedung rapuh, gedungnya masih berdiri, namun sudah tidak aman dan harus dirobohkan melalui prosedur yang benar., artinya  Meski dasar hukumnya gugur, Peraturan Menteri Keuangan tidak batal otomatis, maka PMK-PMK ini kini menjadi "aturan zombie": secara konstitusional sudah mati, namun secara administratif masih berjalan. "Ini adalah momen krusial. Pelaku usaha tidak bisa pasif menunggu. Jika tidak ada tindakan hukum lanjutan, mereka akan terus berhadapan dengan aturan yang dasarnya sudah digugurkan oleh Mahkamah Konstitusi".

Lalu, bagaimana solusinya? Sejalan dengan Tesis saya "Kepastian Hukum Status Gas 3 Kg Sebagai Barang Strategis Bebas PPN", ada dua jalur utama yang harus ditempuh secara simultan untuk "merobohkan" PMK yang kini cacat hukum tersebut .

Jalur 1: Uji Materiil ke Mahkamah Agung (MA) – 'Jalur Nuklir'

Ini adalah solusi paling definitif dan memiliki kekuatan hukum tertinggi untuk membatalkan sebuah peraturan di bawah undang-undang.

  • Apa itu? Mengajukan permohonan Hak Uji Materiil (HUM) ke Mahkamah Agung. Tujuannya adalah meminta MA untuk secara formal menyatakan bahwa PMK 220 dan PMK 62 bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang PPN dan PPh.
  • Siapa yang Mengajukan? Idealnya diajukan secara kolektif oleh asosiasi HISWANA MIGAS untuk mewakili kepentingan seluruh anggotanya. Ini memberikan bobot yang lebih besar daripada gugatan perorangan.
  • Argumen Kunci: Argumennya sangat kuat dan lugas:
    1. Putusan MK No. 188/2024 telah memberikan tafsir final dan mengikat atas UU PPN dan PPh, yang menyatakan bahwa komponen pendapatan yang lahir dari keputusan administratif (beschikking) seperti Biaya Transportasi bukanlah objek pajak.
    2. PMK 220 dan PMK 62 secara eksplisit memerintahkan pemungutan PPN atas komponen tersebut.
    3. Berdasarkan asas lex superior derogat legi inferiori (hukum yang lebih tinggi mengesampingkan yang lebih rendah), maka PMK 220 dan PMK 62 kini bertentangan dengan UU PPN dan PPh sebagaimana telah ditafsirkan oleh MK.
  • Hasil yang Diharapkan: Putusan MA yang mengabulkan permohonan dan menyatakan PMK 220 dan PMK 62 tidak sah dan tidak berlaku umum. Putusan ini akan mengikat seluruh Indonesia dan menjadi dasar hukum yang tak terbantahkan bagi proses restitusi massal.

Jalur 2: Executive Review ke Menteri Keuangan – 'Jalur Diplomasi Cepat'

Ini adalah jalur administratif yang bertujuan mendesak pembuat peraturan untuk memperbaiki kesalahannya sendiri.

  • Apa itu? Mengajukan permohonan resmi kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk mencabut atau merevisi PMK 220 dan PMK 62.
  • Siapa yang Mengajukan? Sama seperti jalur MA, langkah ini akan lebih efektif jika dilakukan oleh HISWANA MIGAS.
  • Argumen Kunci:
    1. Menegaskan kepatuhan pada supremasi konstitusi. Putusan MK adalah hukum tertinggi yang harus dipatuhi oleh semua lembaga negara, termasuk Kementerian Keuangan.
    2. Mencegah ketidakpastian hukum. Membiarkan PMK yang bertentangan dengan putusan MK tetap berlaku akan menciptakan kekacauan administratif dan memicu ribuan sengketa pajak yang tidak perlu di Pengadilan Pajak, yang pada akhirnya akan membebani negara.
    3. Menunjukkan itikad baik pemerintah. Mencabut PMK secara proaktif akan menunjukkan bahwa pemerintah menghormati putusan pengadilan dan prinsip negara hukum.
  • Hasil yang Diharapkan: Menteri Keuangan menerbitkan PMK baru yang secara resmi mencabut pasal-pasal bermasalah dalam PMK 220 dan PMK 62. Ini adalah solusi yang lebih cepat jika ada kemauan politik.

Apa yang Harus Dilakukan Pelaku Usaha Sekarang?

Sambil menunggu kedua jalur di atas berjalan, pelaku usaha tidak boleh diam.

  1. Gunakan Putusan MK sebagai Perisai: Dalam setiap sengketa yang sedang berjalan (pemeriksaan, keberatan, atau banding), Putusan MK No. 188/2024 adalah argumen hukum utama. Pengadilan Pajak terikat oleh putusan ini.
  2. Ajukan Restitusi "Di Bawah Protes": Segera ajukan SPT Pembetulan untuk mengklaim kembali pajak yang telah dibayar berdasarkan PMK 220 dan PMK 62. Meskipun DJP mungkin akan menolaknya di tingkat awal dengan alasan PMK belum dicabut, proses ini penting untuk "mengamankan" hak klaim Anda agar tidak daluwarsa.
  3. Dokumentasikan Semuanya: Simpan semua bukti pembayaran pajak, surat ketetapan, dan korespondensi dengan DJP. Ini akan menjadi amunisi penting saat pintu restitusi terbuka lebar setelah PMK resmi dibatalkan.

Putusan Mahkamah Konstitusi telah memberikan "peluru emas". Kini, tugas pelaku usaha adalah menggunakan jalur hukum yang tersedia untuk menarik pelatuknya dan memastikan keadilan konstitusional benar-benar terwujud.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun