Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membangun Karakter Anak dengan Bermain

23 Juli 2019   08:14 Diperbarui: 23 Juli 2019   08:19 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrated by: Pixabay.Com

Dunia bermain sering diasumsikan dengan dunianya anak-anak. Secara usia memang tidak bisa dipungkiri akan persepsi akan itu. Karena bermain merupakan sesuatu yang paling menyenangkan dalam dunia mereka. Dengan bermain mereka dapat belajar tentang banyak hal dari lingkungan tempat tinggalnya. Apa yang dilihat, dirasakan bahkan apa yang dipikirkan. Seperti nyata adanya.

Berdasarkan hasil riset ilmu pengetahuan telah banyak melakukan berbagai penelitian tentang pengaruh bermain pada kecerdasan anak. Yaitu aspek positif ketika seorang anak ketika bermain. Hubungan dengan bermain sebenarnya terkadang memberikan kesan menarik dalam mengasah keterampilan yang dimiliki oleh mereka. Dalam artian aktualisasi diri.

Dunia pendidikan pun sebaiknya dapat mencoba menerapkan teknik ini. Yaitu cara bermain kepada siswa melalui pendekatan belajar sambil bermain (play and lear), jika diterapkan dengan benar pada siswa, hasil secara nyata dapat mempengaruhi kecerdasan, kreativitas, tingkah laku dan sosial mereka.

Adapun manfaat yang dapat dipetik dari sebuah permainan oleh anak-anak diantaranya:

  • mengasah daya nalar dan logika
  • membangun motivasi dan merangsang kratifitas
  • melatih anak untuk dapat berempati dan bekerjasama dengan orang lain
  • merangsang dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi

Permainan dapat membuat kemampuan berpikir anak lebih dalam untuk mencerna hal-hal yang konkret. Yaitu membangun kesadaran yang lebih berani, bertanggung jawab dan taat akan aturan. 

Karena kesadaran adalah representasi dari khayalan yang dibangkitkan. Justru bermain, seakan melakoni peran yang dimainkan dan seolah-olah layaknya dalam dunia yang nyata.

Contohnya dalam bermain 'polisi dan perompak'. Peran polisi yang memiliki konotasi pada kebaikan untuk menegakkan kebenaran. Dan perompak suatu tindakan yang perlu dijauhi dan ditangkap. 

Dapat menjadi sisi menarik untuk dapat disimpulkan dalam benak  khayal mereka ke mental mereka. Prihal menarik ini, seperti berupaya untuk menghidupkan tokoh tauladan yang mesti ditiru pada bentuk yang sebenarnya dalam keseharian nantinya.

Hal serupa juga dipaparkan oleh Psikolog anak, Anna Surti Ariani M.Si, bahwa bermain itu merupakan proses belajar secara kinestetik pada anak. 

Dengan bermain anak akan bergerak dan aktif, inilah yang disebut proses kinestetik. Proses belajar kinestetik ini akan lebih mudah dipahami oleh anak dan akan diingat dalam jangka waktu lebih lama. 

Bermain adalah hal yang sangat penting bagi anak. Ketika anak bermain mereka dapat mengeksplorasi dunia sekitarnya, mendapatkan wawasan tentang peristiwa dan situasi sehingga anak akan paham tentang dunia dalam arti yang sebenarnya.

Kombinasi antara bermain dan belajar sangat relevan untuk dijadikan sebagai teknik atau metode pembelajaran di sekolah.  Materi pembalajaran dengan pola bermain dengan siswa. Toh, lebih hidup dan cenderung memotivasi mereka untuk lebih semangat dalam proser belajar.

Metode yang semestinya perlu dikembangkan dan diterapkan. Karena pendidikan saat ini memerlukan berbagai metode pembalajaran yang asyik. Yaitu unsur menghibur sekaligus juga mendidik. Dalam istilah Edutaiment (edukasi dan entertainment). Daripada metode ceramah dan catat buku sampai habis yang menjenuhkan.

Menurutku mendidik disertai trik bermain lebih digandrungi dan lebih mudah diresapi. Karena pola yang monoton disertai ke-kakuan memiliki sisi yang kurang baik bagi peserta didik. 

Bosan, kurang percaya diri bahkan ketakutan barangkali dialami siswa. Bermain juga salah satu cara membangkitkan talenta-talenta yaitu bakat terpendam dimiliki anak. Termasuk problem diri pada mereka. Dalam pepatahku "Ciptakan keseganan penuh penghormatan, daripada ketakutan penuh kebencian".

Salah satunya metode menarik untuk dicoba dalam dunia pendidikan yaitu Outbond. Keterampilan pendidik mengkombinasikan antara bermain dan belajar. Secara tidak langsung telah membangun sisi yang baik, khususnya kedekatan emosional kepada siswa. Dan menciptakan keberanian yang positif.

Karakter Building 

Per-umpamaan mengajarkan membaca kepada orang tua akan lebih sulit bila dibandingkan ketika mengajarkan kepada anak-anak. Faktor daya tangkap yang mulai menurun, keseganan pendidik juga menjadi pemicu akan hal ini. Inilah mengapa mengajarkan orang tua itu susah-susah gampang, kata teman saya.

Usia dini sangat cocok untuk menyisipkan pesan moral secepat mungkin. Sebelum terkontaminasi pada lingkungan yang bisa dianggap merusak mentalitas seorang anak. Dalam artian sisi karakter positif lebih ditonjolkan. Seperti pesan kejujuran, taat aturan, bertanggung jawab bisa dimuatkan dalam permainan.

Secara bermain sifat-sifat individual anak akan nampak. Keras kepala, mau menang sendiri bahkan merasakan paling kuat diantara mereka. Adalah tantangan menarik untuk dibilas kearah yang benar. 

Walaupun dalam bermain banyak peran yang mereka lakoni. Seorang instruktur harus berusaha menanamkan sisi baik pada karakter mereka hingga membekas sampai usia dewasa.

Team Building

Menurut teori fenomenologi kekompakan, kerjasama, saling percaya dan mempercayai adalah kunci keberhasilan dalam team. Baik dalam organisasi, kelompok, masyarakat dan maupun yang aktivitas lainnya.

Pergesekan karakter kerap terjadi dan berujung pada tindakan yang tidak diharapkan. Alih-alih perkerjaan akan selesai jika konflik antar sesama selalu bersambung dan tidak pernah berakhir. Dan tidak ada yang mengalah dalam artian menyampingkan sisi ego masing-masing.

Aspek kebersamaan terkadang harus berbenturan pada karakter-karakter yang berbeda pada setiap orang. Begitu juga dalam bermain. Walaupun bermain sendiri tidak akan sama hasilnya ketika bermain secara kelompok.

Dalam bermain khususnya pada anak-anak. Pembentukan diri jauh akan aspek-aspek yang mementingkan diri sendiri. Misalnya ketika bermain kelompok, meski dipoles secermat mungkin dengan menunjukan aspek kebersamaan dalam kelompok adalah hal yang sangat penting.

Kepentingan bersama harus mampu mengalahkan keegoan pribadi mereka harus didoktrin sebagai karakter yang membangun untuk merajut kebersamaan.

Curup, 23 Juli 2019

Ibra Alfaroug

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun