Mohon tunggu...
Mukhamad Abthal
Mukhamad Abthal Mohon Tunggu... Lainnya - Inspirasi Menulis Tanpa Batas

Mukhamad Abthal, Lahir di Cirebon 25 Desember 1996. Memiliki hobi membaca, menulis dan nonton bola.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Selamat Hari Ayah untuk Kamu yang Sudah Tidak Memiliki Ayah

13 November 2020   00:47 Diperbarui: 13 November 2020   00:54 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh Mukhamad Abthal

Sebenarnya hari Ayah ini tidak terlalu asing di telinga saya, karena sejak lima tahun kebelakang, banyak sekali pemain sepakbola di benua Eropa dan Amerika sana, mereka selalu merayakan hari Ayah setiap tahun nya. Waktu itu tidak tahu persis tanggal berapa. Karena pada saat itu saya cukup asing dengan hari Ayah. Saya bahkan baru tahu jika hari Ayah itu ternyata benar ada.

Tapi sekarang, hari Ayah sudah mulai populer dan dikenal oleh setiap kalangan. Yang membuat hari Ayah tak sepopuler hari Ibu ternyata ada sebabnya, yakni belum di sahkan nya tanggal 12 November ini sebagai hari Ayah oleh pemerintah melalui perundang-undangan. 

Dilansir dari sahabat keluarga kemendikbud, ada yang unik dari sejarah lahirnya hari Ayah ini. Yakni di prakarsai oleh Ibu-Ibu yang saat itu tergabung dalam Perkumpulan Putra Ibu Pertiwi (PPIP) yang menggelar deklarasi hari Ayah pada tanggal 12 November 2006 di Pendopo Gede Balai Kota Solo, Jawa Tengah.

Sebuah dedikasi untuk seluruh Ayah di penjuru dunia ini. Memang peranannya berbeda dengan Ibu. Tapi, tetap saja, Ayah dan Ibu memiliki peranan yang sangat penting pada tatanan kehidupan manusia. Dimana tumbuh kembangnya seorang anak sangat ditentukan oleh didikan kedua orang tuanya. Hal ini mempertegas jika lingkungan keluarga memiliki pengaruh besar dalam tumbuh kembang si anak.

Berbicara tentang orang tua. Bagi saya Ayah ibarat tembok besar yang berada di belakang punggung sang anak, sedangkan Ibu adalah payung untuk si anak berteduh dari terik panas matahari dan derasnya air hujan. Anda tentu bisa membayangkan jika salah satunya tidak ada, tentu diri kitalah yang harus mampu menjadi payung ataupun tembok besar itu.

Jumat 08 Agustus 2008, sebuah hari yang cukup menyayat hati. Saat-saat paling menyedihkan dalam menjalani kehidupan. Ayahku meninggal dunia, sebuah kenyataan yang pahit dan harus diterima dengan ikhlas. Beliau meninggal akibat penyakit komplikasi yang sudah dideritanya selama kurang lebih satu tahun. 

Dimana pada saat itu saya masih berusia 11 tahun dan ketiga adik-adik saya masih kecil. Ibuku menangis, Ayah sudah pergi dan tidak akan kembali, katanya dalam tangis itu.

Saat itu, saya merasa jika kehidupan berjalan begitu singkat, Ayah pergi begitu saja. Bahkan setelah saya sadar jika hari Ayah itu memang ada. Seandainya beliau masih ada, mungkin saya akan mengirimkan beberapa tulisan, berisi nyanyian rindu, gubahan-gubahan yang penuh makna, dan ucapan terima kasih karena dimata saya, ia telah berhasil menjadi Ayah juara dunia, Ayah terbaik yang pernah ku kenal.

Tidak mudah menjalani hidup tanpa seorang Ayah. Tapi sebagai keluarga kita semua mencoba untuk tetap berbesar hati, menerima semua kehendak Tuhan sambil berharap yang terbaik. Tentang kebahagiaan yang luar biasa, yang tidak ternilai harganya suatu hari nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun