Mohon tunggu...
Muhsin Nuralim
Muhsin Nuralim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Student at UIN Sunan Kalijaga in Religious Studies | English Tutor | Bibliophile

Menulis untuk belajar memahami perspektif lain dan menghargai keberagaman

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menelusuri Keajaiban Taman Batu Gunung Karang: Jejak Legenda dan Pesona Alam Sunda

7 Agustus 2023   15:12 Diperbarui: 7 Agustus 2023   15:14 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan Gunung Ganda dan Sungai Cilutung dari Puncak Gunung Karang, Pancurendang Tonggoh, Kel. Babakan Jawa, Majalengka | Sumber: Dokpri

Di tengah kehijauan hutan pinus yang sejuk, angin lembut membelai pepohonan, dan batu-batu besar terhampar luas. Di sinilah Taman Batu Gunung Karang, juga dikenal sebagai Seribu Goa, menjulang megah di Lingkungan Pancurendang Tonggoh, Kelurahan Babakan Jawa, Kecamatan Majalengka.

Taman Batu Gunung Karang telah menyambut pengunjung sejak tahun 2017 lalu, mengundang mereka untuk menjelajahi lanskap batuan dan pepohonan yang memukau. Namun, seperti banyak tempat lainnya, pandemi COVID-19 telah menghentikan sejenak keramaian di sini, dan kawasan ini pun perlahan kehilangan pamornya.

Namun, jauh di balik keindahan batu-batu yang tersebar begitu memesona, Taman Batu Gunung Karang menyimpan rahasia yang melambungkan imajinasi. Menurut cerita yang tercatat dalam halaman Perhutani, tempat ini memiliki hubungan yang dalam dengan Legenda Sangkuriang, sebuah cerita rakyat yang merajut kisah-kisah lama suku Sunda.

Sangkuriang, dengan segala niatnya, berusaha untuk mempersunting Dayang Sumbi, yang tak lain adalah ibunya sendiri. Namun, sebuah tantangan diberikan: ia harus membangun sebuah bendungan dalam semalam. Sangkuriang, dengan segala tekadnya, memohon pertolongan dari makhluk halus untuk menyelesaikan tugasnya. Tapi Dayang Sumbi, yang jeli, berhasil mengelabui makhluk halus itu dengan memukul lesung padi yang menyebabkan para mahluk halus kabur, karena mengira pagi sudah menjelang, sehingga terjadilah keterlambatan yang berujung pada penyelesaian yang tak sempurna. "Batu-batu yang mau digunakan untuk membendung sungai itu akhirnya ditinggalkan makhluk halus, dan masih berserakan di sini" kata Pak Dalang, seorang warga yang mengetahui cerita ini.

Papan Arah di Kawasan Wisata
Papan Arah di Kawasan Wisata
Sebelum menjadi tempat wisata yang ramai di bawah pengelolaan Perhutani, kawasan ini telah memiliki sejarah yang kaya. Dikenal sebagai 'Pasarean', wilayah ini menaungi dua makam yang memiliki makna mendalam: Syech Abdul Azis dan Syech Abdul Malik. Dalam arah mata angin, makam mereka berdiri di utara, sementara puncak Gunung Karang menjulang di selatan.
Dari puncak Gunung Karang, mata memandang lembah yang hijau menghampar dan sungai Cilutung yang berbelok-belok di Kecamatan Jatinunggal Sumedang. Di selatan, hutan pinus menari dengan angin, sementara kota Majalengka berbinar di utara. Di barat, kadipaten berdiri megah, sementara hutan pinus lainnya menyapa dari timur.

Pemandangan sebalan selatan dari Puncak Gunung Karang
Pemandangan sebalan selatan dari Puncak Gunung Karang
Sebagai seorang warga setempat, Pak Dalang mengungkapkan suara hatinya dengan tulus, "Bila ingin ada peningkatan potensi wisata, pihak pemerintah (baca: Perhutani) harus merevitalisasi wilayah ini. Sebab masyarakat juga memerlukan pemasukan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Untuk itu lebih baik kami lebih bertani daripada lama-lama menunggu di sini, hahaha..."

Bebatuan di kawan Taman Batu Gunung Karang 
Bebatuan di kawan Taman Batu Gunung Karang 

 Tak dapat dipungkiri, Taman Batu Gunung Karang saat ini memang memerlukan sentuhan penyegaran. Jika pengelola melakukan perbaikan dan pemeliharaan yang cermat, mungkin suatu hari nanti keramaian akan kembali menyelimuti tempat ini, seperti keadaan sebelum pandemi. Di tengah ketenangan, kesejukan, dan pemandangan alam yang menawan, tempat ini juga menyimpan benang merah budaya dengan kisah-kisah masyarakat Sunda yang membekas, dalam setiap batu dan angin yang berhembus.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun