*Jakarta, 20 November 2023* - Mata uang Asia mayoritas mengalami penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Senin, 20 November 2023, dipicu oleh melandainya inflasi AS dan optimisme pasar terkait kebijakan suku bunga bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed).Rupiah Indonesia menjadi yang paling menguat, naik 0,45% terhadap dolar AS, diikuti oleh yuan China yang mengalami penguatan 0,24%. Meskipun demikian, rupee India mengalami depresiasi sebesar 0,02% di tengah penurunan indeks dolar AS.
Penguatan tajam rupiah terjadi seiring dengan masuknya dana asing yang deras ke pasar keuangan Indonesia. Data Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa investor asing melakukan pembelian bersih sebesar Rp7,33 triliun pada periode 13 - 16 November 2023, mencapai level tertinggi dalam lebih dari enam bulan terakhir.
Penurunan inflasi AS, terpantau mencapai 3,2% (year on year/yoy) pada Oktober 2023, menjadi salah satu pemicu penguatan mata uang Asia. Ini merupakan kali pertama inflasi AS melandai dalam empat bulan terakhir. Para pelaku pasar berekspektasi bahwa The Fed tidak akan menaikkan suku bunganya, mengingat inflasi yang berada di bawah target mereka, yakni 2%.
Sebagai respons terhadap data inflasi, pelaku pasar menghapus spekulasi tentang kenaikan biaya pinjaman lebih lanjut dan mulai mengantisipasi kemungkinan penurunan suku bunga. Dolar AS dan imbal hasil US Treasury mengalami penurunan.
Menurut CME Fedwatch Tool, para pelaku pasar memproyeksikan bahwa The Fed akan menahan suku bunganya pada Desember 2023 dan Januari 2024. Sementara itu, sekitar 59,1% pelaku pasar memproyeksikan kemungkinan pemangkasan suku bunga pertama oleh The Fed pada Mei 2024 sebesar 25 basis poin.
Harga kontrak berjangka menunjukkan bahwa tidak ada kemungkinan kenaikan tambahan pada siklus ini, dan penurunan suku bunga diperkirakan terjadi pada bulan Mei, diikuti oleh penurunan tambahan pada bulan Juli, serta kemungkinan dua kali lagi sebelum akhir tahun 2024.
Jika proyeksi ini benar, suku bunga acuan dapat turun ke kisaran target 4,25%-4,50%, menandai langkah yang lebih agresif dari yang diantisipasi pada bulan September lalu oleh pejabat The Fed. Pergerakan ini memberikan dampak positif pada penguatan mata uang Asia, termasuk penguatan yang signifikan pada mata uang rupiah Indonesia.