"All grown-ups were once children... but only a few of them remember it" The Little Prince karya Antoine de Saint-Exupry.
Semua orang dewasa dulu pernah menjadi anak-anak. Namun hanya sedikit di antara mereka yang masih mengingatnya.
Kalimat dari Buku The Little Prince ini terdengar sederhana, tetapi sesungguhnya menyimpan makna yang begitu dalam. Ia seperti cermin kecil yang menyingkap siapa sebenarnya manusia yang tumbuh, tapi perlahan kehilangan sesuatu di dalam dirinya: jiwa masa kecil.
Kalimat "All grown-ups were once children..." mengingatkan bahwa di dalam setiap orang dewasa masih ada anak kecil yang dulu penuh impian. Hanya saja, anak kecil itu sering terkubur di bawah tumpukan tagihan, rapat, dan target hidup.
"...but only a few of them remember it" menjadi peringatan lembut: hanya sedikit yang masih menjaga sisi polos itu tetap hidup. Mereka adalah orang-orang yang tetap punya empati, mampu tertawa atas hal-hal kecil, dan melihat dunia bukan hanya dengan logika, tapi juga dengan hati.
Bayangan masa kecil sering muncul dalam ingatan, saat pagi masih berarti waktu bermain, bukan jam berangkat kerja. Saat langit sore bukan tanda kemacetan, melainkan waktu terbaik untuk berlari di halaman. Dulu, hujan bukan halangan, melainkan undangan untuk bersenang-senang. Dulu, dunia terasa luas, indah, dan penuh kemungkinan.
Namun seiring bertambahnya usia, pandangan terhadap hidup mulai berubah. Dunia kini tampak melalui angka, target, dan tanggung jawab. Banyak yang mengejar kesuksesan, tapi lupa bagaimana rasanya bahagia tanpa alasan.
Lupa Cara Melihat dengan Hati
Anak kecil punya cara sederhana dalam memandang hidup. Mereka tidak menilai orang dari pakaian, jabatan, atau harta. Mereka menilai dari ketulusan. Mereka tidak malu menunjukkan perasaan. Mereka tidak berpura-pura kuat ketika sedih. Dalam dunia anak-anak, menangis bukan kelemahan, tapi cara jujur untuk mengatakan, "Aku butuh pelukan." Dalam dunia anak-anak, kejujuran menjadi bahasa sehari-hari, dan rasa ingin tahu menjadi jalan menemukan keajaiban.
Berbeda dengan orang dewasa yang diajari menahan perasaan, menutupi luka, dan memakai topeng agar terlihat kuat. Banyak yang hidup hanya untuk terlihat baik di mata orang lain, bukan untuk merasa damai di dalam diri.
Ketika dewasa, kita belajar menahan tangis, menutupi luka, dan mengenakan topeng-topeng sosial agar terlihat baik-baik saja. Kita diajari untuk realistis, bukan berimajinasi. Kita diajari untuk bersaing, bukan berbagi. Kita diajari untuk menjadi "dewasa" dalam arti sempit, padahal di dalamnya, sering kali ada anak kecil yang hanya ingin dipeluk dan didengarkan.
Saint-Exupry menulis The Little Prince bukan sekadar untuk anak-anak, tapi justru untuk mengingatkan orang dewasa: jangan sampai kehilangan kemampuan untuk melihat dunia dengan hati. Sebab hanya dengan hati, hal-hal penting dalam hidup bisa benar-benar terlihat.