Sampai hari ini, Dokumen Gilchrist tetap menjadi salah satu dokumen sejarah paling misterius di era Indonesia modern. Sebuah surat diplomatik yang keasliannya terus diperdebatkan, namun memiliki dampak serius: mengguncang istana, memicu ketegangan di militer, dan menjadi amunisi propaganda dalam pusaran konflik politik yang memuncak menuju peristiwa 30 September 1965.
Pada pertengahan dekade 1960-an, Indonesia berada dalam pusaran konflik geopolitik dan domestik. Dalam skala internasional, Presiden Sukarno memilih konfrontasi terhadap Malaysia (Konfrontasi), menuding pembentukan federasi Malaysia sebagai alat Inggris dan kekuatan Barat untuk mengepung revolusi Indonesia.Â
Ketegangan ini diperparah oleh orientasi luar negeri Sukarno yang semakin dekat dengan blok Soviet dan China, sementara pemerintahannya turut memberi ruang bagi PKI (Partai Komunis Indonesia) untuk memperkuat pengaruhnya di dalam negeri.
Di dalam negeri, dinamika antara Angkatan Darat dan PKI tumbuh semakin tegang. Banyak perwira darat khawatir posisinya tergerus jika PKI dan kelompok kiri semakin dominan. Dalam konteks itulah isu-isu seperti "Dewan Jenderal", "Angkatan Kelima", dan tuduhan kudeta mulai bermunculan sebagai alat retorika dan propaganda yang tajam.
Lahirnya Dokumen Gilchrist
Dalam pusaran politik itu, muncul sebuah dokumen yang kemudian dikenal sebagai Dokumen Gilchrist (atau "Gilchrist Document"). Dokumen itu diklaim sebagai surat diplomatik dari Duta Besar Inggris di Jakarta, Sir Andrew Gilchrist, yang ditujukan kepada Kementerian Luar Negeri Inggris di London.Â
Isi dokumen menyebut adanya rencana intervensi militer bersama Inggris-Amerika dan pembentukan "our local army friends" (teman tentara lokal) untuk ikut campur dalam politik Indonesia yang secara implisit ditafsirkan sebagai rencana kudeta atau intervensi bersenjata.Â
Menurut catatan sejarah, dokumen ini pertama kali dipublikasikan oleh Menteri Luar Negeri Indonesia kala itu, Soebandrio, ketika dalam perjalanan ke Kairo pada 5 Juli 1965. Versi alternatif menyebut bahwa dokumen itu ditemukan dalam bungalow milik Bill Palmer di Tugu (Bogor) ketika demonstran menggeledah rumah tersebut (1 April 1965), dan kemudian dikirim secara anonim kepada Soebandrio.Â
Surat itu diklaim bertanggal 24 Maret 1965 dan diketik pada formulir kedutaan Inggris. Namun dokumen itu tidak ada tanda tangan resmi, yang kemudian menjadi bahan keraguan. Soebandrio dan pihak pemerintah Indonesia menyatakan dokumen itu otentik, dan laporan diteruskan kepada Presiden Sukarno.Â
Kontroversi Keaslian & Tuduhan Pemalsuan
Keaslian Dokumen Gilchrist sangat diperdebatkan. Sejumlah pemeriksaan format kertas, gaya diplomatik, dan anomali redaksional memicu keraguan. Beberapa perwira Angkatan Darat bahkan menyebut dokumen itu sebagai fitnah politik atau propaganda yang direkayasa.Â
Salah satu pengakuan yang paling terkenal datang dari agen intelijen Cekoslowakia Ladislav Bittman (pada tahun 1968 setelah ia membelot). Bittman mengaku bahwa agensinya ikut merancang dan memalsukan dokumen sebagai bagian operasi intelijen, untuk menekan Sukarno dan memicu konflik dalam militer Indonesia.Â
Dalam penelitian akademik Barat juga disebut bahwa dokumen ini "sering digunakan untuk mendukung argumen tentang keterlibatan blok Barat dalam penggulingan Sukarno," meskipun catatan internal pemerintahan AS menyebut dokumen tersebut dipandang sebagai palsu oleh kedutaan AS di Kairo.Â