Di tengah derasnya arus modernisasi dan kemajuan teknologi, manusia sering kali terjebak dalam rutinitas yang begitu cepat. Informasi datang tanpa henti, godaan semakin berlapis, dan tantangan hidup tidak pernah habis. Namun, di balik semua itu, ada sebuah falsafah Jawa kuno yang masih terasa begitu segar untuk dijadikan pegangan: Eling lan Waspada.
Pujangga besar Jawa, Ronggo Warsito, pernah menulis dalam Serat Kalatida sebuah kalimat yang sederhana namun sarat makna: "Sabegja-begjaning kang lali, luwih begja kang eling lan waspada." Jika diterjemahkan bebas, kalimat ini berarti bahwa betapapun beruntungnya seseorang yang hidup dalam kelalaian, ia tetap kalah beruntung dibanding orang yang senantiasa ingat dan waspada.
Ungkapan itu bukan hanya petuah moral yang indah diucapkan, melainkan juga pedoman hidup yang sangat relevan dengan kehidupan kita sekarang. Eling lan waspada seolah menjadi perisai batin yang membantu manusia menghadapi ketidakpastian dunia modern.
Eling: Ingat dan Sadar
Dalam tradisi Jawa, kata eling merujuk pada sikap ingat dan sadar. Maknanya tidak semata mengingat Tuhan, melainkan juga menyadari posisi diri sebagai manusia yang memiliki keterbatasan. Eling mengajarkan bahwa hidup ini tidak semata-mata milik kita. Ada kekuatan yang lebih besar, yaitu Tuhan, yang menjadi asal-usul dan tujuan akhir perjalanan hidup.
Sikap eling juga berarti sadar diri. Manusia yang eling tidak akan terjebak dalam kesombongan karena ia tahu bahwa segala pencapaian bukan semata hasil kerja keras pribadi, melainkan juga campur tangan banyak faktor: doa orang tua, bantuan sesama, dan tentu saja kehendak Tuhan. Dari sinilah lahir sikap rendah hati, tidak merasa paling hebat, serta tetap menghargai keberadaan orang lain.
Dalam kehidupan sosial, eling menjaga hubungan antar manusia tetap harmonis. Seseorang yang eling akan selalu mawas diri, menghormati orang lain, dan berusaha tidak merugikan sesama. Kesadaran ini membuatnya lebih peka terhadap kebutuhan orang lain, sekaligus mencegah sikap individualis yang kerap muncul di tengah budaya modern yang serba kompetitif.
Eling juga menciptakan ketenangan batin. Dengan selalu ingat pada Tuhan, manusia tidak mudah goyah ketika diuji kesulitan. Begitu pula ketika mendapatkan keberhasilan, ia tidak akan larut dalam euforia berlebihan karena sadar bahwa segalanya bersifat sementara. Dengan kata lain, eling menuntun manusia untuk tetap seimbang dalam menghadapi suka maupun duka.
Waspada: Berhati-Hati dan Cermat
Jika eling berbicara tentang kesadaran, maka waspada menekankan pada kewaspadaan dalam bertindak. Hidup selalu penuh dengan jebakan, mulai dari godaan yang tampak sepele hingga tantangan besar yang bisa menjatuhkan. Maka, sikap waspada sangat penting agar manusia tidak mudah terjerumus.
Waspada bisa dipahami dalam berbagai dimensi. Pertama, waspada lahiriah: berhati-hati dalam menjaga diri dari bahaya nyata di sekitar. Misalnya, tidak gegabah dalam mengambil keputusan, tidak sembarangan percaya pada informasi, dan tidak mudah terprovokasi.
Kedua, waspada batiniah: berhati-hati terhadap godaan hawa nafsu yang bisa merusak diri. Iri hati, dengki, kesombongan, dan sifat tamak adalah jebakan batin yang tidak kalah berbahaya. Orang yang tidak waspada bisa jatuh dalam lingkaran negatif itu, hingga akhirnya merusak hubungan dengan orang lain.