Semalam saya menonton kanal YouTube mojokdotco. Topiknya membahas manuskrip Jawa Kuno antara mitos atau sains, obrolannya relevan dengan yang terjadi saat kini. Salah satunya yang menarik bagi saya adalah fenomena kemarau basah/hujan di bulan kemarau. Mas Rendra sedikit menjelaskan tentang perhitungan dalam kalender Jawa, khususnya saat menentukan tahun berdasarkan jatuhnya tanggal 1 Sura.
Nah, tahun ini 1 Sura jatuh tepat pada hari Jumat Kliwon. Dalam hitungan Jawa, ini disebut sebagai Tahun Sukra Mangkara atau yang juga dikenal dengan sebutan Tahun Udang. Sesuai dengan predisiknya, tahun ini akan turun banyak hujan. Dan kalau kita lihat kenyataan sekarang, rasanya cocok sekali.Â
Bulan Agustus yang biasanya identik dengan musim kemarau, justru diguyur hujan deras di banyak daerah. Bahkan BMKG menyebut fenomena ini sebagai kemarau basah, dan hujan masih akan berlangsung hingga bulan Agustus.
Ternyata bukan hanya kalender Tionghoa yang punya perlambang hewan seperti dalam shio, tetapi di Jawa pun ada. Lebih dari itu, sistem penanggalan Jawa tidak sekadar memberi nama tahun, melainkan juga bisa memprediksi curah hujan setahun penuh. Ilmu ini dikenal dengan sebutan titen, yakni kemampuan membaca tanda-tanda alam.
Ilmu titen bukan hal baru. Leluhur Jawa sejak dulu sudah mengamati pola, dari arah angin, pergerakan bintang, suara hewan, hingga jatuhnya tanggal 1 Sura. Semua diamati dengan teliti, diulang-ulang selama puluhan tahun, lalu diwariskan sebagai pengetahuan hidup.
Bagi masyarakat agraris, ilmu ini bukan main-main. Bayangkan, sebelum ada BMKG, satelit, atau radar cuaca, petani Jawa sudah bisa memperkirakan tahun basah dan tahun kering. Jika perhitungan menunjukkan tahun hujan, petani menanam padi yang butuh banyak air. Namun jika diprediksi tahun kering, mereka akan beralih ke palawija seperti jagung atau kacang-kacangan yang lebih tahan terhadap minim air.
Artinya, petung (perhitungan) bukan sekadar ramalan spiritual, melainkan strategi bertahan hidup. Dengan kata lain, ini bukan sekadar ramalan, melainkan pedoman hidup yang benar-benar bermanfaat bagi petani.Â
Mengutip dari (suarabaru/Bambang Pur) Budayawan Jawa, Kanjeng Raden Arya Pranoto Adiningrat, pernah menyebut bahwa petung semacam ini adalah bentuk kearifan lokal. Sama halnya dengan para nelayan yang dulu memakai bintang Lintang Luku sebagai penunjuk arah di laut, masyarakat Jawa menggunakan perhitungan 1 Sura untuk membaca musim.
Di dalam kitab primbon Betaljemur, tercatat ada tujuh jenis sifat tahun, tergantung jatuhnya tanggal 1 Sura:
- Minggu Dite Kenaba (Kelabang) hujan sedikit
- Senin Soma Werjita (Cacing) hujan banyak
- Selasa Anggara Rekata (Kepiting) hujan banyak
- Rabu Buda Mahesaba (Sapi) hujan sedikit
- Kamis Respati Mintuna (Mimi) hujan sedang
- Jumat Sukra Mangkara (Udang) hujan banyak
- Sabtu Tumpak Menda (Kambing) hujan sedikit
Dari perhitungan ini, jelas bahwa tahun basah (banyak hujan) terjadi ketika 1 Sura jatuh pada Senin, Selasa, atau Jumat. Dan tahun ini, jatuh pada Jumat Kliwon, maka disebut Sukra Mangkara - Tahun Udang.