Mohon tunggu...
Muharika Adi Wiraputra
Muharika Adi Wiraputra Mohon Tunggu... welcome my friend

memayu hayuning bawana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jarik: Kain Panjang yang Menyimpan Panjangnya Makna Hidup

14 Juni 2025   20:09 Diperbarui: 14 Juni 2025   20:25 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kain Jarik (javanologi.uns.ac.id)

Di balik kesederhanaannya, jarik menyimpan filosofi mendalam tentang laku hidup manusia Jawa. Jarik bukan sekadar kain panjang yang menutupi tubuh dari pinggang hingga mata kaki. 

Kain Jarik adalah warisan budaya, simbol nilai-nilai luhur, dan refleksi tata krama yang dijunjung tinggi dalam masyarakat Jawa. Dalam setiap lipatan dan motifnya, tersembunyi ajaran tentang kesederhanaan, pengendalian diri, hingga kerja keras.

Secara etimologis, kata "jarik" mengandung makna aja gampang serik dalam Bahasa Indonesia jangan mudah iri hati kepada orang lain. Sebuah pesan halus namun tegas agar manusia tidak dikendalikan oleh perasaan cemburu, melainkan senantiasa bersyukur dan lapang dada. 

Jarik juga mengajarkan kehati-hatian, bahwa dalam menghadapi hidup dan masalah, seseorang tidak boleh grusa-grusu atau gegabah. Segala sesuatu harus dijalani dengan tenang dan penuh pertimbangan.

Simbol Status dan Nilai Sosial

Dalam masyarakat Jawa tempo dulu, jarik digunakan sebagai simbol status sosial dan tingkatan hidup seseorang. Motif jarik menunjukkan dari golongan mana seseorang berasal. Semakin rumit dan eksklusif motifnya, semakin tinggi pula kedudukan sosial pemakainya. 

Jarik bermotif parang misalnya, hanya boleh dikenakan oleh kalangan bangsawan atau kerabat keraton. Motif lain seperti truntum atau kawung memiliki makna dan kegunaan berbeda, tergantung konteks dan acaranya.

Namun seiring waktu, jarik tak lagi sekadar penanda status. Jarik menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari yang menyatu dalam setiap fase kehidupan. Dari bayi yang digendong dengan jarik, upacara adat pernikahan, hingga ketika seseorang menutup usia, jarik tetap hadir sebagai penanda makna dan kehormatan.

Filosofi Jarik bagi Laki-Laki

Jarik yang dikenakan oleh laki-laki dikenal dengan istilah bebed. Kata ini memiliki akar makna yang sangat filosofis: ubed, yang berarti rajin bekerja. Seorang laki-laki yang memakai bebed diingatkan untuk tumindak nggubed ing rina wengi, bekerja siang dan malam, penuh semangat dan dedikasi. 

Filosofi ini bukan hanya tentang kerja keras dalam mencari nafkah, tetapi juga mencakup kesungguhan dalam bertindak, ketekunan, dan kehati-hatian dalam menjalani hidup.

Bebed juga menjadi simbol keteguhan hati dan konsistensi. Dengan membebatkan kain jarik di tubuh, seseorang diharapkan tidak mudah terombang-ambing oleh keadaan, tidak mudah putus asa, dan mampu menjaga prinsip dalam setiap langkah hidupnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun