Mohon tunggu...
Muharika Adi Wiraputra
Muharika Adi Wiraputra Mohon Tunggu... welcome my friend

memayu hayuning bawana

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jebakan-Jebakan Hidup yang Harus Dihindari Sebelum Terlambat

10 Mei 2025   13:07 Diperbarui: 10 Mei 2025   20:16 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar (instagram/gebelia) 

Bayangkan sebuah perjalanan panjang yang disiapkan dengan semangat. Bekal telah dibawa, rute terbaik sudah dipilih, dan berharap tiba di tujuan dengan selamat dan bahagia. 

Namun di tengah perjalanan, langkah justru terhenti terlalu lama di tempat istirahat, terlalu sering menoleh ke kendaraan orang lain, terlalu sibuk dengan hal-hal kecil di pinggir jalan. Tanpa disadari, hari pun mulai gelap. Akhirnya tujuannya tak kunjung tercapai.

Inilah gambaran sederhana dari kehidupan banyak orang saat ini. Perjalanan sedang ditempuh, tetapi arah justru kabur karena jebakan-jebakan hidup yang tak terlihat. Jebakan itu hadir dalam banyak bentuk: menunda hidup, mentalitas korban, perbandingan sosial, candu dopamin instan, hidup serba cepat, hingga budaya konsumtif "beli sekarang, bayar nanti".

1. Menunda Hidup: Hidup Hanya Setelah Semua Sempurna

Banyak dari kita berpikir bahwa hidup "yang sesungguhnya" baru akan dimulai setelah mencapai sesuatu: lulus kuliah, mendapatkan pekerjaan tetap, menikah, atau punya rumah sendiri. Kita berkata dalam hati, "Nanti saja, setelah semua aman, baru aku hidup." Tapi, benarkah hidup harus ditunda sampai segala hal sempurna?

Sayangnya, hidup tidak menunggu. Detik demi detik tetap berjalan. Masa muda berlalu, kesempatan lewat, dan kadang, penyesalan pun muncul terlambat. Penundaan yang terus-menerus membuat kita menjadi pengamat kehidupan, bukan pelaku. Kita lupa bahwa kebahagiaan tidak hanya berada di ujung jalan, tetapi juga ada di setiap langkah kecil yang kita ambil hari ini.

2. Mentalitas Korban: Selalu Menyalahkan Keadaan

Jebakan kedua adalah merasa bahwa diri kita selalu menjadi korban: korban sistem, korban ekonomi, korban keluarga, bahkan korban takdir. Cara pikir ini berbahaya karena menghilangkan tanggung jawab pribadi. Kita jadi pasif, enggan berjuang, dan terbiasa mencari alasan ketimbang solusi.

Padahal, dalam hidup ini, ada banyak hal yang memang tidak bisa kita kendalikan. Tapi ada satu yang bisa: cara kita merespons keadaan. Saat kita berhenti menyalahkan, dan mulai bertanya "Apa yang bisa aku lakukan sekarang?", maka saat itulah hidup mulai bergerak maju.

3. Perbandingan Sosial: Hidup Orang Lain Terlihat Lebih Indah

Media sosial telah menjelma jadi panggung besar. Kita melihat orang-orang liburan ke luar negeri, membeli rumah mewah, menikah dengan pasangan yang tampan atau cantik, punya bisnis sukses. Kita lupa bahwa yang kita lihat hanyalah potongan terbaik dari kehidupan mereka.

Dibandingkan potongan terbaik orang lain, hidup kita terasa begitu biasa, bahkan menyedihkan. Kita merasa tertinggal. Tapi, apakah hidup harus berlomba? Setiap orang punya waktu dan jalan masing-masing. Membandingkan hanya akan membuat kita kehilangan rasa syukur dan percaya diri.

4. Dopamin Instan: Candu yang Tak Terlihat

Setiap kali kita scroll TikTok, makan junk food, bermain game online, atau mendapat like di Instagram, otak kita melepaskan dopamin---zat kimia yang membuat kita merasa senang sesaat. Ini adalah bagian dari sistem reward otak yang alami. Namun, jika kita terlalu sering mencarinya dari hal-hal instan, kita menjadi kecanduan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun