Mohon tunggu...
M MuharOmtatok
M MuharOmtatok Mohon Tunggu... Konsultan SDM, Psikologi Sains dan Kebudayaan

M. Muhar Omtatok, Seorang Konsultan SDM, Pemerhati Kebijakan Publik, Psikologi Sains, Kebudayaan dan Keindonesiaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kepekaan Individu Dalam Menganalisa Menurut Filsafat Melayu

23 September 2025   09:09 Diperbarui: 23 September 2025   08:14 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepekaan Individu dalam Menganalisa Menurut Filsafat Melayu (foto: M. Muhar Omtatok)

Dalam tradisi intelektual Melayu, kepekaan dalam menganalisa bukan semata kemampuan intelektual, melainkan sebuah keterampilan batiniah yang menuntut keseimbangan antara akal, rasa, dan jiwa. Kepekaan individu melalui perspektif Filsafat Melayu, khususnya konsep makna berlapis yaitu tersurat, tersirat, dan tersuruk, dengan mempertautkannya pada pandangan psikologi modern mengenai persepsi, kesadaran diri, dan kecerdasan emosional. Menunjukkan bahwa kepekaan merupakan basis epistemologis dan etis yang memungkinkan individu untuk "tahu hidup", yakni hadir secara sadar dan bijaksana dalam realitas yang kompleks.

Pendahuluan

Hidup manusia senantiasa dipenuhi dengan arus informasi, peristiwa, dan pengalaman. Tidak semua individu mampu menafsirkan realitas secara tepat, sebab setiap fenomena tidak hanya memiliki makna lahiriah, tetapi juga kedalaman batiniah yang tersembunyi. Kepekaan dalam menganalisa dengan demikian menjadi sebuah kompetensi eksistensial yang menentukan kualitas keberadaan manusia.

Dalam filsafat Melayu, terdapat pandangan bahwa makna realitas hadir dalam tiga tingkatan:

  • Tersurat: lahiriah, makna yang jelas, terucap, dan langsung.
  • Tersirat: terselubung, makna yang tersembunyi di balik kata, simbol, atau kiasan.
  • Tersuruk: tersembunyi dalam kedalaman, makna yang lebih halus, sangat dalam, dan hanya bisa ditangkap oleh mereka yang arif.

Konsepsi ini sejalan dengan tradisi epistemologis yang menekankan bahwa kebenaran tidak tunggal, melainkan berlapis. Oleh sebab itu, individu yang mampu membaca tanda pada setiap lapisan realitas dipandang sebagai pribadi yang memiliki ketajaman batin dan kebijaksanaan.

Filsafat Melayu tentang Makna dan Kepekaan

Ungkapan klasik Melayu berbunyi:

"Tiba di mata dipicingkan, tiba di dada dibusungkan, tiba di perut dikempiskan, jika termakan dikeletaikan."

Ungkapan atau Tunjuk Ajar Melayu ini menekankan prinsip kontekstualitas dalam respon manusia terhadap peristiwa. Ia mengajarkan bahwa kepekaan tidak identik dengan reaktivitas spontan, melainkan sikap menimbang, memilah, dan menempatkan sesuatu pada tempatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun