Menjadi orang cerdas itu tidak selalu mudah. Kecerdasan bisa membuat kita kesulitan menentukan pilihan. Ketidaknyamanan dalam memilih jalan yang "berbeda" dengan orang lain harus ditanggung oleh orang-orang cerdas.
Kalau kecerdasan itu tidak membuat kita berbeda dengan orang lain, lalu kenapa kita menjadi orang cerdas. Ya, mending orang biasa-biasa saja sebagaimana kebanyakan orang.
Tapi, kenapa kita dituntut untuk menonjolkan kecerdasan kita? Sejak di bangku sekolah kita dituntut untuk menjadi murid terbaik dalam semua mata pelajaran. Di rumah, kita dituntut membuktikan kalau kita mampu membanggakan orang tua dengan kecerdasan kita.
Mengelola kecerdasan bukan hanya tentang menonjolkan kemampuan kita dalam berpikir. Kecerdasan kita harus berguna bagi ummat manusia. Setidaknya berguna bagi orang-orang sekitar kita.
Saya menyaksikan sendiri bagaimana orang-orang yang dikaruniai kecerdasan intelektual luar biasa tidak mampu memberi dampak bagi lingkungan sekitarnya. Dengan kata lain, kecerdasannya tidak memberi manfaat bagi orang sekitarnya. Dia memang pintar secara intelektual, tetapi secara sosial, entahlah.
Saya meyakini kecerdasan dikaruniakan untuk kepentingan ummat manusia. Bukankah Thomas Alfa Edison memberikan pengaruh luar biasa besar karena kecerdasannya. Lalu kita?
Mungkin, kita menjadi egois dengan kecerdasan kita karena sejak kecil kita didoktrin bahwa kecerdasan itu untuk dipamerkan. Ya, dipamerkan di buku raport atau selembar daftar nilai ujian. Menjadi bangga akan pencapaian, itu wajar. Sayangnya, kebanggaan itu hanya terbatas pada angka-angka yang tertulis di kertas.
Kita menjadi manusia yang puas dengan pencapaian pribadi. Menjadi individualisme. Dan, kita lupa untuk mencari kepuasan untuk memanfaatkan kecerdasan kita demi kepentingan kehidupan di dunia.
Saya hanya ingin mengingatkan jika angka-angka di atas kertas itu tidak bisa diwariskan. Meskipun secara genetik kecerdasan bisa diwariskan, tetapi itu hanya kemampuan otak. Lalu, bagaimana cara mengelola kecerdasan itu tidak bisa diwariskan begitu saja. Harus diajarkan dan diamalkan.
Seberapa cerdasnya kita, ketika sudah meninggal tidak berpengaruh lagi. Hanya karya kita yang dikenang meskipun jiwa sudah meninggalkan raga.