Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Indonesia Tidak "Lockdown", Mari Memahami Alasannya

29 Maret 2020   06:35 Diperbarui: 29 Maret 2020   06:42 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Akun Twitter Presiden Tentang Lockdown, tangkapan layar pribadi

"Karakter, budaya dan kedisiplinan yang berbeda (dengan negara lain)", begitulah tulis Presiden Joko Widodo mengenai alasan kenapa Indonesia tidak menerapkan 'lockdown'.Ternyata, masalah 'manusia' yang dikhawatirkan Pak Jokowi. Masalah isi pikiran manusia dianggap sebagai "rintangan" ketika 'lockdown' diterapkan.

Saya sendiri tidak terlalu paham seperti apa dan bagaimana 'lockdown' itu. Hanya saja, kata ini menghiasi linimasa media sosial akhir-akhir ini. Banyak yang membandingkan penerapannya dengan negara lain.

Memang, saya pun bertanya-tanya dalam hati apakah warga kita sanggup untuk menerima efek dari diterapkannya 'lockdown' ini. Sebagaimana disinggung Presiden, apakah karakter, budaya dan kedisiplinan yang kita miliki mempunyai pengaruh besar akan keberhasilan diterapkannya 'lockdown'.

Mungkin, maksud Presiden adalah karakter, budaya dan kedisiplinan yang 'jelek' yang sudah tertanam dalam benak masyarakat. Kalau hal yang baik dan menunjang diterapkannya kebijakan, ya nampakanya Presiden tidak akan mengkhawatirkannya.

Dalam pemahaman saya, Presiden ingin mengatakan kalau banyak warga yang kurang disiplin, susah diatur dan kurang percaya ilmu pengetahuan. Pemberitahuan dan segala imbauan bisa jadi masih dianggap angin lalu.

Contoh yang paling terlihat nyata adalah bagaimana warga masih buang sampah sembarangan. Alhasil, masalah banjir tidak kunjung terselesaikan. Drainase mampet disana-sini. Tapi, tidak kapok tuh.

Memang, saya sendiri membayangkan hal-hal buruk apabila 'lockdown' diterapkan terutama di kota besar seperti Jakarta. Tapi, saya tidak ingin menyampaikannya di sini. Saya mencoba optimis dan berpikir positif saja.

***

Apabila seorang pemimpin negara mengeluarkan pernyataan _apalagi tertulis_, maka biasanya memiliki makna yang luas. Apalagi, bahasa Twitter yang diharuskan ringkas tetapi langsung pada hal yang dianggap fokus pembicaraan.

Ketika saya membaca pernyataan Presiden tentang tidak diterapkannya 'lockdown' ini maka yang terbayang dalam benak saya adalah keruwetan kultur orang Indonesia. Kemajemukan kita ternyata bisa juga menyusahkan walaupun itu bisa dianggap berkah dari Tuhan.

Masyarakat Indonesia, dengan alasan demokrasi, begitu sulit diajak bicara untuk 'satu suara'. Ini tercermin dalam perbincangan di media sosial. Malahan, ada diantaranya mengantarkan mereka ke penjara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun