Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika Ulama Ditinggalkan Ummat

14 Desember 2018   16:07 Diperbarui: 14 Desember 2018   17:04 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ulama bisa saja tidak dipercaya oleh ummat untuk turut serta dalam politik. Saya khawatir, akan ada suatu saat dimana Ulama disisihkan ummat dalam percaturan politik. Hal ini berawal dari sikap sebagian Ulama sendiri yang suka "memperkeruh" perpolitikan dalam negeri.

***

Suara Ulama Dalam Menentukan Pilihan Politik
Ulama cukup berpengaruh dalam menentukan pilihan politik masyarakat, setidaknya pemilih di pedesaan. Calon legislatif atau tim kampanye pasangan Capres-Cawapres sudah biasa menyambangi kediaman para Kyai atau Tokoh Agama di pedesaan. 

Strategi lama namun efektif ini masih dijalankan karena para Ulama ini dianggap pemimpin informal dalam suatu komunitas pedesaan. Strategi ini seperti menangkap ular, tangkap saja kepalanya maka badannya hingga ekornya akan mudah mengikuti.

Strategi ini sepertinya dijiplak dalam level nasional. Para Ulama atau "yang mengatasnamakan Ulama" ramai-ramai bersuara menentukan pilihan politiknya dengan harapan ummat dibawahnya akan mengikuti. Kharisma Ulama menjadi senjata untuk meraup suara.

Masyarakat kita masih banyak yang belum independen dalam menentukan pilihan politik. Situasi ini dimanfaatkan oleh partai politik pengusung Capres dan Cawapres. Tidak cukup dengan jumpa media, teriakan dukungan dilakukan hingga di "pinggir jalan". Para Ulama banyak menggelar pertemuan terbuka demi menegaskan ke arah mana pikiran politiknya.

Peran Ulama ini memang bisa menjadi magnet bagi peraihan suara. Secara psikologis, Ulama dianggap "benar" dalam perkataan dan perbuatannya. Orang kita masih menganggap Ulama sebagai "sumber kebenaran" mulai dari masalah rumah tangga hingga masalah negara.

Ulama sendiri mempunyai pola perjuangan politik tersendiri. Setiap individu berbeda apabila dilihat keanggotaannya di partai politik. Ada banyak Ulama yang menjadi anngota legislatif demi memperjuangkan idealismenya di parlemen. Banyak juga, Ulama non-partisan dan lebih fokus pada pendidikan dan kesejahteraan komunitas di sekitarnya.

Idealisme politik Ulama ini menjadi "contoh" bagi pengikutnya. Ulama yang masuk partai politik jelas akan diikuti ummat dengan masuk partai politik. Namun, Ulama yang tidak jelas masuk partai politik mana sering dijadikan "perlindungan" bagi para politisi. Tengok saja, ada politisi yang "berlindung di ketiak" Ulama ketika mereka diserang lawan politiknya. Mereka menganggap, jika didukung Ulama maka mereka adalah paling benar dan lawan politiknya salah.

Perlawanan Terhadap Ulama
Politik berlindung dibalik nama Ulama ini bukan tanpa perlawanan. Tidak seluruh orang setuju dengan sikap para Ulama ini. Masih ada yang menganggap peran Ulama dalam perpolitikan ini tidak lebih dari sekedar "permainan isu agama".

Ulama dan agama tidak bisa dipisahkan. Ketika seseorang dengan sorban atau kopiah di kepala, pada dasarnya menjelaskan identitas diri bahwa mereka orang yang dekat dengan agama. Politik citra sangat menentukan dimana sekarang kita sedang dilanda budaya visual. Bisa dengan mudah orang menyimpulkan bahwa orang dengan sorban atau jubah putih bisa disebut Ulama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun