Mohon tunggu...
Thariq Ibrahim
Thariq Ibrahim Mohon Tunggu... Guru Biasa

Saya seorang warga Negara Indonesia yang lahir di Kota Sukabumi, saya merantau ke tanah Priangan dan menjadi seorang pendidik yang bekerja di pesantren. Hobi saya, mendaki gunung sambil mencari inspirasi untuk menulis ataupun membuat sesuatu yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Brbuka Puasa Dalam Gelap dan Hujan Bukan Menjadi Kendala

13 Maret 2025   21:00 Diperbarui: 13 Maret 2025   21:00 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Berbuka puasa bagi seorang santri adalah momen yang sangat dinantikan. Setelah seharian penuh berpuasa, waktu berbuka bukan hanya soal makan dan minum. Lebih dari itu, ini adalah momen refleksi, kebersamaan, dan kehangatan yang melampaui sekadar pemenuhan fisik. Namun, bagaimana jika waktu berbuka puasa tiba-tiba terjadi dalam situasi yang tak terduga, seperti hujan deras dan mati lampu? Meskipun tampaknya ini adalah kondisi yang penuh ketidaknyamanan, justru di saat seperti itulah makna kebersamaan dan rasa syukur semakin terasa.

Ketika waktu berbuka tiba, semuanya dimulai seperti biasa dengan suara azan yang menggema, menandakan bahwa waktu berbuka sudah tiba. Namun, beberapa saat setelah itu, alam seolah menguji kesabaran. Hujan deras yang turun dan lampu yang tiba-tiba padam merubah suasana yang seharusnya penuh kehangatan menjadi sepi dan gelap. Bagi sebagian orang, keadaan ini mungkin membuat momen berbuka terasa kacau dan tidak menyenangkan. Semua rencana yang sudah disiapkan seolah terganggu. Namun bagi seorang santri, justru di momen seperti inilah mereka belajar menghayati makna sabar, syukur, dan kebersamaan.

Bayangkan, ketika hujan turun begitu deras dan lampu padam, suasana yang biasanya terang benderang dan hangat, tiba-tiba berubah menjadi gelap dan penuh ketidakpastian. Makanan yang telah disiapkan dengan harapan untuk disantap bersama seolah menjadi hal yang kurang penting. Aktivitas yang biasanya mudah dilakukan, seperti menyalakan kipas angin atau mengecek ponsel semua menjadi terhambat. Namun, di balik ketidaknyamanan ini, ada keindahan yang hanya bisa dirasakan oleh santri yang paham akan esensi kebersamaan.

Santri di pesantren sudah terbiasa dengan kehidupan yang serba sederhana dan penuh keterbatasan. Mereka dilatih untuk menghadapi segala ujian, baik fisik maupun materi, dengan hati yang lapang. Ketika hujan mengguyur deras dan lampu padam, meskipun situasi tersebut seolah menjadi ujian, ada berkah yang menyertainya. Hujan menambah kesyahduan dan membawa kesejukan, sementara kegelapan malam yang hadir, menghadirkan ketenangan hati. Walaupun tanpa listrik, rasa syukur tetap ada. Bahkan di tengah ketidaknyamanan, namun dibalik itu kebersamaan yang sejati semakin terasa.

Di pesantren, kita sering melihat para santri tetap berkumpul untuk berbuka bersama meskipun situasinya tidak mendukung. Mereka tetap berbagi makanan, bercengkerama, meski hanya dengan penerangan seadanya. Mereka tetap dapat menikmati momen berbuka dengan penuh kegembiraan. Semua itu mengingatkan kita pada hakikat berbuka puasa, yaitu mengisi perut yang kosong dan mensyukuri nikmat yang diberikan.

Kebersamaan dalam kondisi seperti ini mengajarkan kita tentang nilai-nilai yang terkadang terlupakan dalam kehidupan sehari-hari yang serba cepat dan penuh tuntutan. Dalam kegelapan dan hujan, para santri tidak merasa kehilangan. Sebaliknya, mereka menemukan kehangatan dalam tawa dan cerita yang dibagikan bersama teman-teman seperjuangan. Tanpa disadari, momen tersebut justru mempererat ikatan emosional di antara mereka. Bukan hanya makanan yang dibagikan, tetapi juga semangat dan rasa saling menguatkan. Inilah keindahan berbuka puasa di tengah hujan dan mati lampu. Ketika kenyamanan duniawi yang biasa kita nikmati seketika hilang, kebersamaan dan keikhlasan hati justru menjadi lebih terasa.

Tidak ada lagi kecemasan tentang bagaimana mengatur jadwal berbuka atau mengejar kenyamanan. Ketika hujan turun dan lampu padam, yang terpenting adalah bagaimana kita merayakan nikmat berbuka dengan hati yang penuh syukur. Ini mungkin inti dari puasa itu sendiri bukan hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga belajar untuk menikmati setiap momen dengan kesabaran, meskipun dalam kondisi yang tidak sempurna. Seperti hidup itu sendiri, kita sering dihadapkan pada kenyataan bahwa tidak semua hal berjalan sesuai rencana. Namun, kebahagiaan sejati justru terletak pada cara kita beradaptasi dan menikmati setiap momen bersama orang-orang seperjuangan.

Pada akhirnya, berbuka puasa di tengah hujan dan mati lampu menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Hal ini mengajarkan kita untuk lebih menghargai hal-hal kecil, untuk menemukan kebahagiaan dalam kesederhanaan, dan yang paling penting, untuk selalu bersyukur dalam setiap keadaan. Di tengah segala keterbatasan, kebersamaan tetap menjadi cahaya yang menghangatkan hati, bahkan lebih terang daripada lampu-lampu yang padam.

13 Ramadhan 1446 H 

Kelas 8B MTSs Muhammadiyah Al-Furqon Tasikmalaya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun