Mohon tunggu...
eMtE
eMtE Mohon Tunggu... serabutan -

kesaksian adalah testimoni akhir yang perlu didengar. agar kita bijak menekuri realitas. belajar dari kesalahan masa lalu. walau kesaksian tidak selalu benar dalam perspektifnya. kata para bijak, "those who can not remember the past are condemned to repeat it!". - salam twitter@emteaedhir -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Brutus

1 Juli 2015   16:33 Diperbarui: 1 Juli 2015   16:41 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

gue termasuk orang yang tidak nyandak memahami politik indonesia. terlalu banyak anomali. kita akhirnya sering dibuat tercengang. ketika figur atau politisi yang dahulu sangat dekat dengan sang patron, kini malah menjadi musuh. berubah menjadi brutus. politisi yang dulunya sering menjadi tameng tuannya, tidak jarang berubah menjadi rival. aneh kan?

nggak ada ikatan emosional ideologis yang mengikat. yang membuat relasi keduanya sangat emosional. coba aja saksikan, di mana-mana warna parpol itu sama. sama-sama cuma nyari kekuasaan. orang-orangnya pake katrol pula. sehingga kalau patronnya naik, mereka ikut naik. tetapi belum tentu patronnya turun, mereka ikut turun. yang seringkali kejadian, mereka ini yang justeru nurunin patronnya. mereka ini yang paling depan ngehujat patronnya. bodo amat dengan apa yang telah dilakukan sang patron sebelumnya. aneh lagi kan?

artinya, kita tidak menemukan tali-temali logis yang bisa menjelaskan hubungan kekuasaan yang aneh tersebut. contoh paling anyar, ibu rini suwandi, sang menteri bumn. siapa yang tidak kenal beliau. aliansi terdekat bu mega. figur terdepan yang memimpin seleksi para calon menteri ketika awal jokowi terpilih presiden. sekarang, apa yang kita saksikan? non-sense!

tokoh satu ini mungkin menjadi figur yang paling dihujat pasca bocornya tudingan "ngelecehin" presiden. sesungguhnya, by all means, dia tidak boleh melakukan itu. jikapun rini bisa melakukannya, do it di depan forum terbatas presiden. orang padang bilang, tak elok melihatnya. ada batasan-batasan etik seorang pembantu presiden mendiskusikan apa yang menjadi concern-nya. terutama dalam soal kebijakan publik.

dalam demokrasi yang matang, publik sebenarnya memimpikan keterbukaan itu. bukan keterbukaan ngelecehin presiden, tetapi transparansi dalam diskursus kebijakan yang melibatkan publik atau siapapun yang berkepentingan. ini penting, untuk membuat kebijakan matang dan accountable. sebab ini yang terasa kurang di kita. 

yang menyedihkan, kultur kekuasaan di indonesia cenderung mengajarkan para pejabat public office untuk membicarakan kebijakan di belakang orangnya. masih agak berat melakukan itu secara terbuka dengan pemengan tertinggi kekuasaan. konsekuensinya, orang pada lebih sreg menggunjing setelah mungkin mendiskusikan kebijakan dua atau tiga menit. selebihnya, panjang lebar ngebicarain orangnya.

yang tidak pernah kita saksikan, ini ! jika misalnya, tidak setuju dengan jalan yang ditempuh presiden, mundur !

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun