[caption id="attachment_218698" align="aligncenter" width="498" caption="Kuba (25) wisatawan asal Ceko lebih suka menjelajahi kebun kopi dan berbincang-bincang dengan petani (foto: Win Ruhdi Bathin)"][/caption] Barangkali kita sering terkecoh, seolah-olah wisatawan mancanegara selalu mencari obyek wisata yang serba wah dan megah. Oleh karena itu, promosi wisata yang dilakukan oleh sejumlah daerah, termasuk Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif terfokus kepada upaya menampilkan keindahan panorama dan atraksi budaya. Benar memang, sejumlah wisatawan mancanegara masih meminati Bali dan Lombok sebagai daerah tujuan kunjungannya karena kaya atraksi budaya dan keindahan alamnya.
Namun, pernahkan disadari jika orientasi wisatawan mancanegara mulai berubah? Sekarang mereka cenderung mencari obyek wisata yang natural. Mereka lebih suka menginap di pondokan petani sambil beraktivitas sebagaimana layaknya seorang petani. Mereka juga belajar mengolah biji kopi secara tradisional sambil menikmati secangkir kopi yang dipanaskan diatas tungku perapian.
Januari 2012 lalu, kompasianer Win Ruhdi Bathin (45) dikunjungi dua orang gadis bule asal Polandia. Kedua gadis cantik itu bernama Joanna Niedzialek (25) dan Bogumila Jablecka (25) yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Kristen Petra Surabaya. Baik Win Ruhdi Bathin maupun kedua gadis asal Polandia itu sudah terlebih dahulu saling kenal dan berkomunikasi melalui situs couch surfing (CS), sebuah situs para backpacker internasional.
Bagi anak dan isteri Win Ruhdi Bathin, kehadiran bule ke pondokannya bukanlah yang pertama kali. Sebulan sebelumnya, Maja Sondag (30) gadis Eropa juga pernah menginap di pondokan mereka. Pondokan ditengah kebun kopi yang terletak di Desa Paya Serngi Kecamatan Kebayakan Aceh Tengah sudah sering dijadikan penginapan oleh komunitas backpacker internasional yang berkunjung ke Takengon.
[caption id="attachment_218699" align="aligncenter" width="507" caption="Joanna dan Bogumila menikmati suasana menumbuk kopi di pondokan Win Ruhdi Bathin"]
Sulit membayangkan, bule-bule itu mau beristirahat diatas balai-balai sederhana sementara dinegerinya mereka tinggal di flat atau apartemen. Demikian pula dengan dua gadis bule yang biasanya tinggal dirumah yang sangat lumayan, tiba-tiba harus menginap di pondokan petani. Tetapi, itulah fakta yang kompasianer saksikan langsung saat itu.
Menurut Win Ruhdi Bathin, balai-balai itu digunakan keluarganya sebagai tempat lesehan, baik untuk makan maupun nonton televisi. Balai-balai model itu memang ciri khas pondokan atau rumah kebun yang terdapat di Dataran Tinggi Gayo. Bahkan pondokan petani yang berada di pedalaman, biasanya tersedia tungku perapian sederhana di tengah balai-balai yang berfungsi untuk memanaskan ruangan. Menyangkut dengan jasa akomodasi dan konsumsi bule-bule yang menginap di pondokannya, Win Ruhdi Bathin tidak pernah menetapkannya. Terserah mereka, mau memberi berapa karena Win Ruhdi Bathin ikhlas melayani kunjungan mereka, apalagi tidurnya juga di balai-balai sederhana itu. Mereka tidak minta divan mewah, tidak minta selimut tebal, cukup digelar tikar maka mereka bisa tidur nyenyak berbantalkan ranselnya. Untuk mandi, mereka menimba air sendiri dari sumur. “Makan pun mereka tidak pilih-pilih, dengan menu ikan asin dan sayur rebus plus kopi panas sudah cukup,” ungkap Win Ruhdi Bathin.
[caption id="attachment_218700" align="aligncenter" width="443" caption="Berfoto di kebun kopi membuat dua wisatawan Eropa itu tak mampu menghapus kenangannya terhadap Takengon, Aceh Tengah."]
Pada medio 2010 lalu, sejumlah wisatawan asal Taiwan yang berkunjung ke Aceh Tengah juga menginap di rumah petani. Mereka bahkan ikut belajar menanam padi bersama petani, termasuk belajar membuat kue di rumah petani. Sepertinya, obyek wisata natural sudah selayaknya dipromosikan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk meningkatkan jumlah kunjungan ke tanah air. .
Demikian juga terhadap Win Ruhdi Bathin, seorang petani kopi yang juga penyaji kopi (barista) disebuah kantin kecil, sepertinya pantas mendapat gelar sebagai salah seorang “pelopor” pariwisata natural. Seandainya tulisan ini dibaca oleh Ibu Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, harapan kita, orang-orang berkarakter seperti Win Ruhdi Bathin dan keluarganya layak diberi penghargaan khusus. Sebab, dengan caranya yang sederhana, mereka telah sukses memperkenalkan potensi pariwisata natural, bahkan mulai diminati wisatawan mancanegara. Semoga!
Dan, mari kunjungi link http://www.indonesia.travel/ untuk mengetahui obyek wisata menarik lainnya.