"Nomor antri yang dikeluarkan oleh SISKOHAT. Kalau hari ini mendaftar, kemungkinan bapak akan bisa berangkat tahun 2007. Antriannya 2 tahun," ungkap Haji Amin.
"Saya akan daftar hari ini juga," tegas saya sambil menelepon istri untuk segera merapat ke bank tersebut.
Istri bertanya, untuk apa? Saya katakan untuk mendaftar berangkat haji. Alhamdulillah, pekik istri saya. "Umi, jangan lupa bawa serta buku tabungan yang covernya biru," pinta saya melalui handphone.
Sore itu, pemindahbukuan tuntas, dan semua proses mendaftar naik haji selesai. Artinya, kami sudah memperoleh nomor porsi secara berurutan. Dan, buku tabungan haji yang saldonya masing-masing Rp 20 juta sudah ditangan.
"Bapak beruntung, saatnya berhaji memang selagi masih muda," ungkap Haji Amin sambil menjabat tangan saya.
"Kenapa begitu?" tanya saya.
"Saya juga berhaji di usia muda. Masih kuat, bisa umrah sampai beberapa kali, bisa ziarah kesemua tempat bersejarah," jelas Haji Amin sambil melepaskan jabat tangannya.
Sejak sore itu, meningkat rasa percaya diri saya. Siap sedia menjawab pertanyaan "kapan naik haji?" Jawaban saya bukan lagi "belum ada panggilan," tetapi saatnya berhaji karena sudah ada nomor porsi tinggal menunggu sampai ke daftar antri.
Akhir Desember 2006, sebanyak 3.459 orang jamaah haji asal Aceh tiba kembali di tanah air. Salah seorang diantara ribuan jamaah haji tersebut, adalah Pak Taufik, teman sejawat dan satu tempat kerja.
Bakda magrib, setelah dua hari Pak Taufik tiba di Takengon, saya berkunjung ke rumahnya. Biasanya, orang yang baru pulang dari tanah suci akan menuturkan berbagai kisah unik selama berhaji. Benar memang, sambil menikmati hidangan kurma dan air zam-zam, Pak Taufik menceritakan berbagai pengalaman menarik.
"Sebelum berangkat haji, kita perlu latihan jalan kaki paling kurang 5 Km sehari," ungkap Pak taufik.