Mohon tunggu...
Muhammad Sartibi
Muhammad Sartibi Mohon Tunggu... Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Nahdlatul Ulama (STISNU) Tangerang & Guru SMAN 21 Kabupaten Tangerang

Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Nahdlatul Ulama (STISNU) Nusantara Tangerang & Guru SMAN 21 Kabupaten Tangerang

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menanam Kemandirian: Refleksi atas Kunjungan Presiden/Wakil Presiden ke Banten dalam Gerakan Penanaman Jagung Serentak 2025

8 Oktober 2025   21:31 Diperbarui: 8 Oktober 2025   21:50 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kunjungan Presiden Prabowo ke Banten Dalam Rangka Penanaman Jagung Serentak Untuk Swasembada Pangan Nasional Tahun 2025

KunjunganKunjungan Presiden yang di Wakili oleh Wakil Presiden ke Banten Hari ini, Rabu, 8 Oktober 2025 dalam rangka penanaman jagung serentak kuartal IV menjadi momentum penting dalam perjalanan menuju swasembada pangan nasional. Di tengah fluktuasi harga komoditas dan ketergantungan pada impor, langkah ini menegaskan kembali komitmen pemerintah untuk memperkuat fondasi ketahanan pangan berbasis produksi domestik.

Program tanam jagung serentak tidak sekadar kegiatan simbolik, melainkan strategi mobilisasi nasional. Jagung dipilih karena posisinya vital dalam rantai pangan dan pakan ternak. Dengan meningkatnya kebutuhan dalam negeri, peningkatan produktivitas dan perluasan lahan tanam menjadi keniscayaan.

Kehadiran presiden/wakil presiden di lapangan memberi dampak politik dan psikologis. Ia menunjukkan kepemimpinan yang turun langsung, serta mengirim pesan kuat kepada pemerintah daerah dan petani bahwa negara hadir bersama mereka. Program ini juga melibatkan berbagai institusi, yaitu Kementerian Pertanian, Polri, dan pemerintah daerah sebagai bentuk kolaborasi lintas sektor yang jarang terlihat dalam kebijakan pangan sebelumnya.

Namun, euforia seremoni harus diimbangi dengan keberlanjutan teknis. Pengalaman masa lalu menunjukkan, banyak program pertanian gagal karena lemahnya pendampingan, infrastruktur pasca-panen, dan ketidakpastian harga jual. Gerakan tanam hanya bermakna bila diikuti sistem irigasi yang baik, gudang penyimpanan, distribusi pupuk yang tepat, serta kepastian pasar bagi petani.

Di sinilah pentingnya sinergi antara pemerintah pusat, daerah, akademisi, dan swasta. Ketahanan pangan tidak hanya diukur dari jumlah hektare yang ditanami, tetapi dari kesejahteraan petani, efisiensi logistik, dan kemampuan negara menjaga harga pangan stabil. Perguruan tinggi dan lembaga riset juga harus dilibatkan dalam transfer teknologi pertanian agar inovasi tidak berhenti di lahan percontohan.

Gerakan tanam jagung serentak di Banten menjadi simbol harapan bahwa swasembada pangan bukan utopia, melainkan cita-cita yang bisa dicapai dengan kerja kolektif, kebijakan berbasis data, dan konsistensi pelaksanaan. Jika semangat ini dijaga, maka tahun 2025 dapat menjadi tonggak kemandirian pangan nasional yang sesungguhnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun