Oleh : Muhamad Saharoni
Mahasiswa Semester 5 Jurusan Manajemen Pendidikan Islam Kelas MPI C
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
Memilih Peta Jalan dalam Samudra Penelitian
Setiap penelitian, apa pun topiknya, membutuhkan fondasi yang kokoh. Dalam dunia riset manajemen pendidikan, fondasi ini dikenal sebagai paradigma. Lebih dari sekadar metode, paradigma adalah "landasan berpikir, konsep dasar, dan juga landasan berpikir yang dipakai atau dianut sebagai model ataupun konsep dasar para ilmuwan dalam melakukan studinya". Ini adalah peta jalan yang menentukan cara kita memandang masalah, mencari kebenaran, dan merancang strategi penelitian. Intinya, paradigma adalah sistem keyakinan mendasar yang membimbing seluruh proses riset, dari pertanyaan awal hingga kesimpulan akhir.
Dalam manajemen pendidikan, dua paradigma utama - ilmiah (scientific) dan alamiah (naturalistic)---telah menjadi pilar utama. Meskipun keduanya lahir dari tradisi filosofis yang berbeda, keduanya sama-sama esensial untuk mengurai fenomena pendidikan yang sangat kompleks. Paradigma ilmiah, yang sering kita kaitkan dengan riset kuantitatif, berfokus pada hal-hal yang objektif, terukur, dan dapat digeneralisasi. Sebaliknya, paradigma alamiah, landasan dari riset kualitatif, lebih menekankan pada pemahaman subjektif, konteks, dan proses di balik setiap fenomena.
Artikel ini akan mengajak Anda menelusuri secara mendalam kedua kutub kebenaran ini. Kita akan membahas karakteristik masing-masing, membandingkan perbedaan filosofisnya, dan melihat bagaimana keduanya dapat diaplikasikan dalam penelitian manajemen pendidikan. Tujuannya adalah membantu Anda, baik sebagai peneliti maupun mahasiswa, merancang riset yang tidak hanya kuat secara teori, tetapi juga relevan dan aplikatif untuk menjawab tantangan nyata di lapangan.
Paradigma Ilmiah: Menggali Kebenaran yang Terukur dan Objektif
Mari kita mulai dengan paradigma ilmiah. Ini adalah kerangka berpikir yang bertujuan menemukan pengetahuan melalui prosedur yang sistematis, objektif, dan terukur. Berakar dari filsafat positivisme, paradigma ini meyakini bahwa realitas itu tunggal dan berjalan sesuai dengan hukum alam. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang dapat dibuktikan secara empiris dan logis. Dalam ranah manajemen pendidikan, paradigma ini lazim digunakan dalam riset kuantitatif, seperti survei kepuasan siswa, evaluasi kinerja guru, atau mengukur efektivitas suatu kebijakan.
Apa saja ciri-ciri yang membuat paradigma ini begitu kuat? Pertama, ia mengharuskan peneliti untuk selalu menggunakan metode empiris dalam mengumpulkan data. Artinya, riset harus berdasarkan fakta nyata, bukan asumsi. Misalnya, untuk mengukur efektivitas kurikulum, kita mengumpulkan data nilai ujian, bukan sekadar opini. Pendekatan ini memastikan penelitian relevan dan menjadi fondasi bagi pengambilan keputusan yang berbasis bukti.