Syaiful yang juga diketahui menjabat sebagai Wakil Ketua Komnas Anak Jawa Timur itu telah mencatat bahwa bentuk kekerasan yang dilakukan anak kini semakin beragam. Tidak lagi sekadar bertengkar atau saling memukul, tapi sudah dipengaruhi oleh apa yang mereka lihat dan mainkan.
"Kalau dulu anak itu bertengkar, mukul karena emosi. Tapi sekarang cara melakukannya berbeda, karena dia mendapatkan contoh dari apa yang dia lihat. Di game itu kan ada instruksi, dan anak-anak cenderung menganggap itu perintah yang harus dijalankan," jelasnya.
Empat Langkah Strategis Mengatasi Dampak Negatif Game Online
Syaiful menilai larangan semata kepada anak tidak akan efektif, maka dari itu diperlukan sinergi dari berbagai pihak untuk menangani fenomena ini. Ia mengusulkan empat langkah strategis:
1. Penguatan Regulasi dan Pengawasan
Pemerintah melalui Kemenkominfo bersama DPR RI Komisi I perlu melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan elemen bangsa lain dalam menyusun regulasi, sensor, pelarangan, serta pengawasan konten game.
2. Penggantian dengan Game Alternatif yang Aman
Permainan bermasalah perlu diganti dengan game edukatif yang aman. Kreator muda diharapkan membuat terobosan yang mengangkat budaya lokal dan mengadaptasi permainan tradisional ke format digital.
3. Pengembangan Game Berbasis Nilai Karakter
Menyediakan game serupa namun memuat nilai pendidikan karakter berdasarkan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, olahraga, dan budaya lokal.
4. Kolaborasi Nasional untuk Perlindungan Anak