Sami'na wa atho'na. Kalimat tersebut merupakan bagian dari ayat Al-Qur'an pada QS. An-Nur 51 yaitu
"Hanya ucapan orang-orang mukmin, yang apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata, "Kami mendengar, dan kami taat." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung"
Pada lingkungan pesantren kalimat Sami'na Wa Atho'ana sudah melekat pada diri dan hal tersebut juga sudah menjadi bukti ketaatan dan kepatuhan terhadap kiyai. mengutib dari kitab Ta'lim Muta'alim yaitu
.
"Keyakinanku tentang hak guru, hak paling hak adalah itu Paling wajib di pelihara, oleh muslim seluruhnya
demi memulyakan, hadiah berhak di haturkan
seharga dirham seribu, tuk mengajar huruf yang Satu
Memang benar, orang yang mengajarmu satu huruf ilmu yang diperlukan dalam urusan agamamu, adalah bapak dalam kehidupan agamamu".
Pada penjelasan kitab Ta'lim Muta'alim dapat dipahami bahwa ketaatan dan kepatuhan santri kepada kiyai merupakan bentuk dari adab dalam memulyakan ilmu, kenapa bisa dikatakan hal itu? karena dalam memulyakan ilmu itu banyak bentuknya salah satunya yaitu beradab kepada guru. apabila kita tidak beradab kepada guru maka ilmu yang kita peroleh akan mengkhawatirkan ilmu nya tidak berkah. Ketaatan ini bisa ibaratkan seperti ketika kita sakit lalu berobat kepada dokter, jika kita tidak mematuhi saran dari dokter maka penyakit nya belum tentu akan sembuh kenapa bisa demikian? karena dokter yang memeriksamu dan tau akan penyakitnya. Begitulah dengan kita menuntut ilmu perlu adanya ketaatan dan kepatuhan kepada guru kita.
Sami'na Wa Atho'na kepada kiyai ternyata ada unsur berkah. Apa yang dimaksud dari berkah itu sendiri? Menurut Imam Al-Ghazali, berkah (barokah) adalah bertambahnya kebaikan (Ensiklopedia Tasawuf, hlm. 79). Para ulama juga menjelaskan makna berkah sebagai segala sesuatu yang banyak dan melimpah, mencakup berkah-berkah material dan spiritual, seperti keamanan, ketenangan, kesehatan, harta, anak, dan usia.
berkah dari Sami'na Wa Atho'na kepada Kiyai ada beberapa bukti dari merasakan keberkahan itu sendiri dan pembuktian ini dirasakan oleh penulis. "Saya ketika SMP dan MA di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta. Saya selama di pesantren banyak ilmu yang saya raih termasuk keberkahan dari pesantren, selama pesantren apapun perintah dari kiyai saya jalankan karena perintah tersebut merupakan kewajiban untuk saya dan begitu pula dengan guru saya melaksanakan perintah guru saya, dari kepatuhan saya kepada kiyai dan guru saya sangat merasakan ketika saya lulus dari Pesantren, alhamdulillah banyak kemudahan khususnya ketika saya melanjutkan Studi S1 saya di perguruan tinggi hingga saat ini saya bisa melanjutkan studi 2 saya dengan gratis. Walaupun saya sudah lulus pesantren bagi saya Sami'na Wa'Athona kepada kiyai tetap saya lukukan dalam menjaga Ilmu saya".