Mohon tunggu...
MUHAMMAD RIFQI RASYIDDIN
MUHAMMAD RIFQI RASYIDDIN Mohon Tunggu... Sophomore Undergraduate Student of State Financial Management at Politeknik Keuangan Negara STAN | Green Economy Enthusiast

In a world fueled by efficiency, I am committed to unraveling the art of organization. Through my studies and experiences, I am dedicated to honing the skills that transform chaos into structured brilliance. From optimizing processes to enhancing workflows, my journey is all about creating systems that drive seamless operations and tangible results.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ekonomi Tanpa Jejak: Bagaimana Shadow Economy Menggerus Penerimaan Pajak?

21 Januari 2025   12:33 Diperbarui: 21 Januari 2025   12:33 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pendahuluan 

Shadow economy atau ekonomi bayangan merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan aktivitas ekonomi yang tidak tercatat dalam statistik resmi. Di Indonesia, shadow economy diperkirakan mencapai 18-29% dari Produk Domestik Bruto (PDB), yang mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan pajak dalam jumlah yang signifikan. Hal ini tidak hanya menghambat pembangunan ekonomi, tetapi juga membatasi kemampuan negara dalam menyediakan layanan publik, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Artikel ini akan mengupas lebih mendalam fenomena shadow economy di Indonesia, dampaknya terhadap penerimaan pajak, faktor pendorongnya, dan langkah-langkah strategis untuk mengatasinya.

Apa Itu Shadow Economy?

Shadow economy mencakup berbagai aktivitas ekonomi yang dilakukan di luar pengawasan resmi pemerintah. Aktivitas ini bisa berupa kegiatan legal, seperti perdagangan informal, pekerja tanpa kontrak resmi, atau bisnis kecil yang tidak terdaftar, maupun ilegal, seperti perdagangan barang terlarang dan penghindaran pajak. Menurut Schneider dan Enste (2000), shadow economy adalah "semua aktivitas ekonomi yang seharusnya dikenai pajak jika dilaporkan kepada otoritas pajak". Di Indonesia, shadow economy tidak hanya mencerminkan aktivitas ilegal tetapi juga mencakup sektor informal yang besar, terutama di kalangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Dampak Shadow Economy Terhadap Penerimaan Pajak

Shadow economy memiliki dampak langsung dan tidak langsung terhadap penerimaan pajak. Dampak langsungnya adalah hilangnya potensi pendapatan negara dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai (PPN), dan retribusi lainnya. Menurut studi Agustina (2020), setiap peningkatan aktivitas ekonomi yang tidak tercatat berbanding lurus dengan penurunan potensi penerimaan pajak. Sementara itu, dampak tidak langsungnya mencakup distorsi dalam persaingan pasar, di mana pelaku usaha informal memiliki keunggulan biaya dibandingkan pelaku usaha formal yang membayar pajak. Akibatnya, shadow economy dapat merusak ekosistem bisnis yang sehat.

Faktor Pendorong Shadow Economy di Indonesia

  1. Regulasi yang Rumit dan Beban Administratif yang TinggiKompleksitas regulasi perpajakan dan tingginya biaya kepatuhan sering kali menjadi alasan utama pelaku usaha memilih untuk tetap berada di sektor informal. Studi oleh Lestari et al. (2022) menunjukkan bahwa UMKM cenderung menghindari formalitas karena proses registrasi yang memakan waktu dan biaya.

  2. Korupsi dalam Tata Kelola PemerintahanTingkat korupsi yang tinggi di berbagai institusi publik menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan. Safuan et al. (2021) menemukan bahwa persepsi korupsi yang tinggi mendorong lebih banyak pelaku usaha untuk menghindari pembayaran pajak.

  3. Kesenjangan Akses KeuanganKurangnya akses terhadap pembiayaan formal, terutama bagi UMKM, menjadi salah satu faktor utama yang mendorong mereka untuk tetap berada di sektor informal. Menurut laporan Asian Development Bank (ADB), prosedur yang rumit untuk mendapatkan kredit formal sering kali membuat pelaku UMKM enggan bergabung dalam ekonomi formal.

  4. Rendahnya Kualitas Modal ManusiaPendidikan dan keterampilan rendah menghambat tenaga kerja untuk memasuki sektor formal. Agustina (2020) mencatat bahwa harapan hidup yang lebih tinggi cenderung menurunkan ukuran shadow economy, sedangkan peningkatan partisipasi dalam pendidikan tinggi justru memperluasnya, karena tingginya jumlah lulusan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasar kerja formal.

Strategi Mengatasi Shadow Economy

Untuk menekan shadow economy dan memaksimalkan penerimaan pajak, diperlukan pendekatan multi-dimensi. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat dilakukan:

  1. Penyederhanaan Regulasi PajakReformasi perpajakan yang bertujuan untuk menyederhanakan proses registrasi dan pelaporan pajak sangat diperlukan. Insentif, seperti pengurangan pajak bagi UMKM yang baru bergabung dalam sistem formal, juga dapat menjadi langkah efektif.

  2. Elektronifikasi Transaksi KeuanganPenggunaan sistem pembayaran elektronik, seperti e-wallet dan transfer bank, dapat mengurangi ketergantungan pada transaksi tunai yang sulit dilacak. Studi oleh Saraswati dan Agustina (2020) menunjukkan bahwa negara dengan tingkat adopsi pembayaran elektronik yang tinggi cenderung memiliki shadow economy yang lebih kecil.

  3. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
    Lihat Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun