Mohon tunggu...
Karim Abdurrazaq
Karim Abdurrazaq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bahasa dan Sastra Arab, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Problematika Syiah di Indonesia

3 Juli 2022   02:11 Diperbarui: 3 Juli 2022   06:01 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sesaat sebelum terjadinya kerusuhan saat itu, seorang warga yang beraliran Syiah, yang bernama Iklil dan Zaini sudah melapor kepada Kapolsek Omben dan Kapolres Sampang. Keduanya berjanji akan mengirim petugas untuk mencegah terjadinya kerusuhan. Namun, hanya lima petugas yang dikirim untuk menghadapi ribuan warga setempat. 

Bahkan, Zaini memberikan kesaksian bahwa polisi meminta para penganut Syiah untuk mundur, dan malah menyerukan kepada para penyerang untuk terus maju. Hal ini termasuk tindakan pilih kasih yang dilakukan kelima petugas kepolisian tersebut terhadap warga Syiah setempat. Namun, bagi mereka (kelima petugas kepolisian), hal tersebut adalah pilihan yang berat. Di satu sisi, mereka harus menjalankan tugasnya sebagai polisi dengan baik. Dan di lain sisi, mereka juga ingin menekan perkembangan Syiah di daerah tersebut.

Adanya konflik Sampang, memunculkan respons pemerintah, mulai dari relokasi penganut Syiah ke luar Sampang, yang mendapat respons negatif dari berbagai arah, sampai penahanan Kiai Tajul Muluk di Lapas Sampang. Upaya-upaya yang dicetuskan pemerintah tersebut bertujuan agar terciptanya kehidupan sosial yang harmonis, khususnya di daerah tersebut. 

Namun, pakar-pakar hukum pidana UGM dan UII Yogyakarta pada saat itu merespons kembali atas respons pemerintah dalam menangani konflik ini. Mereka menganggap bahwa pemerintah tidak profesional dalam mengadili Kiai Tajul Muluk, karena hakim yang bersangkutan telah melanggar ketentuan hukum formil dan materil, baik dalam penyidikan maupun persidangan.

Kemudian dari kacamata agama, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur juga memberikan respons terhadap konflik tersebut, dengan mengeluarkan fatwa bahwa aliran Syiah adalah aliran yang menyimpang dari Islam, bahkan sesat dan menyesatkan. 

MUI juga mengimbau kepada umat Islam Indonesia yang agar meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya pemahaman Syiah. Hal ini jelas sebagai bentuk propaganda anti-Syiah. 

Namun, fatwa tersebut dibantah oleh Ketua MUI Pusat, Umar Shihab. Secara pribadi, ia berkata: "MUI tidak pernah menyatakan bahwa Syiah itu sesat. Syiah dianggap salah satu mazhab yang benar, sama halnya dengan Ahlu al-Sunnah wa al-Jama'ah (Sunni), ialah mazhab yang benar. Dan kedua mazhab tersebut sudah ada sejak awal Islam".

Kemudian, dewasa ini, Kementerian Agama (Kemenag) justru merestui secara tidak langsung terhadap adanya Syiah dan aliran-aliran sesat lainnya di Tanah Air. "Mereka harus dilindungi", kata Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut) sehari setelah dilantik menjadi Menteri Agama RI, pada 24 Desember 2020. Gus Yaqut menyebutkan bahwa negara harus melindungi semua kaum yang ada, termasuk Syiah. 

Tentunya, hal ini menjadi hal yang sangat kontroversial, karena bisa saja menjadikan para penganut Syiah merasa aman untuk melebarkan sayapnya di Indonesia, dan dengan adanya pemikiran seperti itu, tidak menutup kemungkinan bahwa bisa saja nantinya Syiah akan mendominasi di Indonesia.

Konflik Sampang memang sangat kontroversial, namun ada pula konflik lainnya yang juga tak kalah kontroversial, seperti: penyerbuan Pondok Pesantren al-Hadi di Desa Brayo, Batang, Jawa Tengah pada tanggal 8 April 2000, yang menyebabkan tiga rumah dirusak dan satu rumah dibakar warga setempat; penyerbuan pondok pesantren milik Kiai Musowir di Bondowoso pada tahun 2006 silam, yang saat itu sedang menggelar yasinan pada malam Jumat; penyerbuan rumah pengurus Masjid Jar Hum di Bangil, Jawa Timur pada bulan November 2007, yang terjadi karena warga setempat menolak kehadiran pengikut Syiah; upaya penolakan Syiah dengan sejumlah spanduk di Jember, Jawa Timur pada bulan Agustus 2012 yang bertepatan pada bulan Ramadhan.

Peristiwa-peristiwa tersebut menjadi suatu hal yang sangat disayangkan terjadi, karena menimbulkan banyak kerugian yang dialami bangsa Indonesia, seperti menyebarnya berita konflik-konflik tersebut ke kancah internasional. Yang patut disayangkan juga adalah kinerja tenaga ahli, khususnya kepolisian pada saat itu tidaklah profesional dalam melakukan pekerjaan. Namun, bukan berarti kedudukan pekerjaan berada di atas kedudukan agama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun