Nusa Tenggara Barat 13 tahun lalu, sesungguhnya adalah daerah terbelakang, tingkat kemiskinan, stunting dan pengangguran tinggi. Hanya beberapa tingkat di atas Papua satu tingkat di atas NTT menurut ukuran Indek pembangunan manusia. Sekarang ?
Tujuan akhir pembangunan, apa pun programnya siapa pun pemimpinnya adalah membangun manusia. Sukses atau gagal pembangunan ukurannya IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Di lembaga Internasional namanya HDI (Human Development Index). Bagaimana dengan NTB ?
Tulisan sebelumnya (bag.1) telah membahas kesenjangan/ disparitas pembangunan antara P Sumbawa dan P Lombok, populasi kemiskinan dan jumlah penduduk pun timpang jauh. Sejumlah triger/pemicu berupa International event setidaknya telah memberikan efek ganda (multiplier effect). Terlebih pertumbuhan ekonomi dan positioning branding pariwisata, sebagai daerah sport tourism.Â
Apa itu IPM?
Adalah cara mengukur capaian pembangunan manusia, dilihat dari 3 dimensi dasar: kesehatan, indikatornya angka harapan hidup. Tingkat pengetahuan, ditandai angka melek huruf dan rata2 lama sekolah. Kehidupan yang layak, indikatornya daya beli terhadap kebutuhan pokok. Secara umum ukurannya paling ideal ditandai angka 100.
Menarik garis lurus jauh ke belakang  tahun 2010 tingkat IPM masyarakat NTB yang dicatat Biro Pusat Statistik (BPS) adalah 61.16. Dibandingkan  provinsi lain, hanya beberapa tingkat di atas Papua dan satu tingkat di atas NTT.  Artinya masih berada di urutan belakang.
Rendahnya IPM ini menunjukkan tingginya kemiskinan, kematian ibu dan anak, stunting, pengangguran dll. Berbanding terbalik dengan rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan susahnya mengakses hasil2 pembangunan.
Dalam kurun waktu tersebut, telah terjadi beberapa kali pergantian kepemimpinan daerah yang membawa sejumlah program. Apakah berdampak pada pembangunan manusia?
Masih menurut BPS, Â dari angka IPM 61.16 pada tahun 2010 setahun kemudian menjadi 62.14, naik lagi tahun berikutnya 62.98 hingga pada tahun 2022 IPM NTB berada di posisi 69,46, selama 12 tahun terjadi kenaikan 7 tingkat dan kini berada diposisi menengah ke atas di antara provinsi lain, dan telah jauh meninggalkan Papua dan NTT.Â
Seperti diketahui bahwa IPM Indonesia saat ini (2022) berada di angka 72,91, dan IPM NTB berada 69,46. Sudah di posisi menengah atas beda jauh dari 12 tahun lalu. Ada kenaikan lebih dari 7 point. Sementara 5 tahun kepemimpinan  Zul-Rohmi, (Dr Zulkieflimansyah dan Dr Rohmi Djalillah) Gubernur dan Wakil, mulai 2018-2023 IPM NTB 67,30. Ada kenaikan lebih dari 2 points.
 Perlu diingat kenaikan atau penurunan pertumbuhan ekonomi dan naiknya kesejahteraan masyarakat mempengaruhi level IPM. Kenaikan atau penurunan 1 % saja kemiskinan, sama dengan terangkatnya kehidupan 53.000 orang. Penurunan 0,1% stunting setara dengan 520 orang.Â
Setiap program tidak semua serta merta merubah keadaan. Tetapi memberikan dampak yang panjang dan strategis. Visi dan program kepemimpinan daerah akan diuji oleh waktu.
Namun yang paling menarik adalah pertanyaan di manakah posisioning NTB dalam 10 tahun ke depan ? jika pertumbuhan dan efek ganda yang diberikan oleh setiap program konstan seperti saat ini maka NTB bisa sejajar dalam kelompok 3-5 provinsi terbaik di  Indonesia, dalam IPM.  Sebab semua instrument dan pondasi menuju ke sana sudah dibangun pada periode 1 Zul-Rohmi. Di bidang SDM, peta industrialisasi. Ekosistem UKM, dan lain-lain.  (Mada Gandhi).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H