Satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menandai babak baru kebangkitan diplomasi Indonesia di panggung internasional. Setelah satu dekade absen dari Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kehadiran langsung Presiden Prabowo di New York pada September 2025 menjadi simbol kembalinya Indonesia sebagai aktor penting dalam percaturan global. Dengan pidatonya yang tegas, Prabowo menegaskan arah diplomasi Indonesia yang kini tak hanya berorientasi ekonomi dan kemanusiaan, tetapi juga pada "diplomasi pertahanan". Suatu pendekatan baru yang menggabungkan kekuatan moral dan kedaulatan strategis.
Diplomasi pertahanan (defense diplomacy) adalah konsep yang menempatkan kekuatan militer dan keamanan nasional bukan semata sebagai alat koersif, melainkan sebagai instrumen membangun kepercayaan dan kerja sama internasional. Dalam konteks itu, Prabowo menjadikan TNI bukan hanya simbol kekuatan, tetapi juga representasi moral bangsa dalam misi kemanusiaan global. Pendekatan ini sekaligus menandai pergeseran dari politik luar negeri Indonesia yang selama ini cenderung "defensif" menjadi lebih proaktif dan strategis.
Salah satu puncak dari aktivisme diplomasi Prabowo terlihat pada kehadirannya di KTT Perdamaian Gaza di Sharm el-Sheikh, Mesir, Senin (13/10). Mengenakan jas abu-abu dan peci hitam khas Indonesia, Prabowo duduk sejajar dengan para pemimpin dunia seperti Emmanuel Macron, Recep Tayyip Erdoan, dan Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani. Gaya tampilannya yang sederhana namun berwibawa seakan menegaskan pesan bahwa Indonesia hadir bukan sebagai pengamat, melainkan sebagai penggerak moral global bagi kemerdekaan Palestina.
Diplomasi sejati bukan sekadar negosiasi di ruang marmer, tetapi keberanian membawa suara kemanusiaan ke tengah kekuasaan. Prabowo menunjukkan bahwa kekuatan moral bisa mengguncang tatanan global.
Keterlibatan aktif Indonesia dalam isu Palestina di bawah pemerintahan Prabowo bukanlah sekadar politik simbolik. Dalam berbagai forum internasional, termasuk PBB, Prabowo menegaskan bahwa penjajahan dalam bentuk apa pun adalah bentuk kemunduran peradaban. Indonesia, katanya, tidak akan diam ketika norma kemanusiaan diinjak. Pandangan ini mengembalikan roh politik luar negeri bebas aktif Indonesia ke dalam semangat universal humanisme Bung Karno, yakni menegakkan dunia yang beradab, tanpa penindasan dan diskriminasi.
Salah satu langkah diplomatik yang kini menjadi misi besar Indonesia adalah perjuangan untuk menghapus atau setidaknya melemahkan hak veto di Dewan Keamanan PBB. Dalam pandangan Prabowo, hak veto telah menjadi instrumen kolonialisme modern, yaitu alat yang menjaga ketimpangan kekuasaan global. Kasus Palestina menjadi bukti paling gamblang bahwa selama Amerika Serikat masih memegang hak veto, kemerdekaan Palestina hanya akan menjadi retorika diplomatik tanpa realisasi konkret.
Indonesia kini tengah menggalang koalisi damai lintas negara untuk melawan dominasi veto ini. Pemerintahan Prabowo membangun pendekatan ganda. Pertama, memperkuat jejaring strategis dengan kelompok BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) yang kini tengah menjadi kekuatan tandingan global. Kedua, mempererat hubungan dengan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Gerakan Non Blok. Tujuannya jelas, membangun blok moral dan politik yang kuat untuk mendesak reformasi sistem PBB.
Langkah ini merupakan strategi diplomasi pertahanan global, di mana Indonesia menggunakan diplomasi kemanusiaan dan keamanan kolektif, untuk menciptakan tekanan politik terhadap struktur internasional yang tidak adil. Dengan menggabungkan kekuatan BRICS dan OKI, Indonesia berpotensi menciptakan koalisi geopolitik baru yang dapat menyeimbangkan dominasi Barat dalam menentukan arah perdamaian dunia.
Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia sekaligus kekuatan demokrasi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia berada pada posisi strategis. Prabowo memahami betul bahwa kekuatan moral bangsa ini tidak hanya terletak pada ukuran ekonominya, tetapi pada legitimasi etisnya dalam membela kemanusiaan. Dalam hal ini, diplomasi Indonesia mengambil posisi active middle power, bukan kekuatan besar tetapi memiliki pengaruh besar dalam membentuk norma global.
Dalam pidatonya di Sidang Umum PBB, Prabowo menegaskan bahwa dunia tidak akan damai jika ketidakadilan dilegalkan oleh veto. Pidato tersebut mendapat sambutan hangat dari delegasi negara-negara Selatan Global yang selama ini juga merasa terpinggirkan oleh sistem internasional yang bias kekuasaan. Momentum itu memperkuat posisi Indonesia sebagai juru bicara dunia Selatan yang menuntut reformasi tata kelola global.
Kehadiran Indonesia di forum-forum global kini juga semakin terstruktur melalui pendekatan strategis pertahanan. Kementerian Pertahanan dan Kementerian Luar Negeri bekerja sinergis membangun forum dialog antar-pertahanan (defense dialogue) di Asia, Afrika, dan Timur Tengah. Melalui pendekatan ini, Indonesia tidak hanya berbicara tentang perdamaian, tetapi juga melatih pasukan penjaga perdamaian, memperkuat kemampuan diplomasi militer, dan memperluas jaringan kepercayaan antarnegara.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!