Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Researcher / Analis Kebijakan Publik

Berbagi wawasan di ruang akademik dan publik demi dunia yang lebih damai dan santai. #PeaceStudies #ConflictResolution

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Tiga Ganda Putri Indonesia Gugur di Hong Kong Open 2025, Alarm Keras Pembinaan PBSI

11 September 2025   15:19 Diperbarui: 11 September 2025   15:19 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekalahan tiga pasangan ganda putri Indonesia pada babak 16 besar Hong Kong Open 2025 menyisakan catatan penting bagi dunia bulutangkis Tanah Air. Pada Kamis, 11 September 2025, di Hong Kong Coliseum, Kowloon, satu per satu wakil Indonesia harus angkat koper. Lany Tria Mayasari/Amalia Cahaya Pratiwi (Lany/Tiwi), Apriyani Rahayu/Siti Fadia, serta Febriana Dwipuji Kusuma/Meilysa Trias Puspita (Kusuma/Puspita) tak mampu menembus perlawanan pasangan Jepang maupun Malaysia.

Pertama, Lany/Pratiwi harus mengakui keunggulan pasangan Jepang Iwanaga/Nakanishi. Ganda Jepang yang tampil disiplin dalam defense mampu meredam agresivitas serangan Lany/Pratiwi. Ketidaksabaran dan pola bermain terburu-buru membuat pasangan muda Indonesia itu gagal menjaga momentum.

Kedua, pasangan andalan Indonesia, Apriyani/Fadia, yang selama ini digadang sebagai tumpuan utama sektor ganda putri, juga tak mampu menembus ketangguhan ganda Jepang Arisa Higashino/Chiharu Shida. Pertarungan ketat di awal hanya bertahan sebentar, sebelum pasangan Jepang menguasai ritme permainan. Kekalahan ini memberi sinyal bahwa Apri/Fadia perlu menata ulang strategi mereka agar kembali bisa konsisten di level elite.

Sementara itu, Kusuma/Puspita harus menyerah pada pasangan Malaysia, Pearly Tan/Thinaah Muralitharan. Pasangan Negeri Jiran itu tampil penuh determinasi, memaksa ganda muda Indonesia kehilangan kontrol permainan di saat-saat kritis. Kekalahan ini menambah daftar panjang kesulitan ganda putri Indonesia dalam menghadapi lawan-lawan dari Asia Timur maupun Asia Tenggara.

Tiga kekalahan tersebut bukan sekadar hasil buruk dalam sebuah turnamen, tetapi refleksi problem mendasar pada sektor ganda putri Indonesia. Terlihat jelas adanya kesenjangan konsistensi performa, variasi strategi, serta mental bertanding dalam tekanan. Terlebih, ketiga pasangan wanita Indonesia merupakan langkah pertama setelah perombakan besar-besaran yang dilakukan oleh PBSI terhadap para pemain ganda putri.

Kekalahan adalah cermin yang memantulkan kelemahan kita, sekaligus pintu menuju kebangkitan. Ganda putri Indonesia harus belajar dari luka Hong Kong Open untuk menemukan kembali semangat juara yang hilang.

Secara teknis, pasangan Jepang dan Malaysia unggul dalam permainan bertahan dan transisi menyerang. Mereka disiplin menahan bola, sabar menunggu momen, lalu menyerang dengan variasi tajam. Sebaliknya, pasangan Indonesia masih terlalu bergantung pada power tanpa didukung keuletan bertahan yang prima, terutama dalam serangan di area depan net.

Jika ditinjau dari perspektif manajemen olahraga, kekalahan ini menjadi alarm bagi PBSI dalam merancang program pembinaan yang lebih sistematis. Pola pelatihan tidak bisa lagi hanya fokus pada aspek fisik dan teknik, tetapi juga pada aspek mental, konsistensi, serta strategi adaptif menghadapi lawan-lawan tangguh.

Di tingkat dunia, sektor ganda putri sudah memasuki era persaingan ketat. Jepang, Korea, bahkan Malaysia mampu menghadirkan ganda putri yang kompak, kuat secara mental, dan solid secara strategi. Indonesia tidak boleh terjebak dalam nostalgia masa lalu yang hanya bergantung pada satu-dua pasangan andalan.

Apriyani/Fadia memang pernah mencatatkan prestasi gemilang, namun ketergantungan berlebihan pada mereka tanpa regenerasi yang matang hanya akan membuat sektor ini stagnan. Lany/Pratiwi serta Kusuma/Puspita memang punya potensi, tetapi mereka butuh jam terbang internasional yang lebih terarah serta strategi pengembangan yang konsisten. Keberanian PBSI mengorbitkan pasangan-pasangan layak diapresiasi agar konsistensi dan mental juara cepat terwujud. 

Momentum kekalahan di Hong Kong Open 2025 bisa menjadi titik balik. PBSI perlu mengevaluasi pendekatan latihan, memperkaya pola permainan, dan memberikan pengalaman kompetisi lebih intens pada pasangan muda. Tak kalah penting, peningkatan kualitas sparring partner internasional harus menjadi prioritas agar pemain terbiasa menghadapi variasi gaya permainan global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun