Gerakan bersih rawa juga menjadi bentuk literasi ekologis langsung di lapangan. Bukan hanya simbolik memungut sampah, tapi membangun pemahaman bahwa polusi plastik dan limbah organik yang kita buang sembarangan berkontribusi langsung terhadap krisis lingkungan yang kita rasakan hari ini.
Dalam konteks perubahan iklim, kawasan-kawasan seperti Rawa Pening sangat rentan terhadap fluktuasi iklim ekstrim. Ketahanan iklim kawasan ini hanya bisa dibangun lewat aksi nyata seperti restorasi ekosistem, pengendalian gulma air, dan pengelolaan sampah terpadu, yang semuanya butuh partisipasi lintas sektor.
Kegiatan ini menjadi role model kegiatan lingkungan yang inklusif. Tidak hanya melibatkan relawan muda, tetapi juga perempuan, tokoh masyarakat, dan stakeholder lokal. Semangat ini sejalan dengan prinsip keadilan ekologis, di mana semua kelompok memiliki hak dan tanggung jawab setara terhadap keberlanjutan lingkungan.
Dari Rawa Pening, kita belajar bahwa menjaga alam bukan tugas satu hari, tapi sebuah perjalanan panjang yang dimulai dari langkah kecil, dari komunitas akar rumput. Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 bukan sekadar peringatan, tapi momentum membangun gerakan lingkungan yang berbasis nilai, kolaboratif, dan berkelanjutan. Kini, saatnya kita semua mengambil bagian dalam menjaga warisan air ini, demi anak cucu, demi bumi yang lestari.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI