Kabupaten Kudus kembali menorehkan sejarah budaya dengan mencatatkan Rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) melalui Pagelaran Tari Kretek dengan Penari Terbanyak pada Sabtu sore, 22 Februari 2025, di Alun-alun Simpang Tujuh Kudus.Â
Sebanyak 1.405 penari menampilkan tarian yang merepresentasikan proses pembuatan kretek, dari pemilihan tembakau hingga pengepakan. Pagelaran ini tidak sekadar menjadi ajang pemecahan rekor, tetapi juga wujud nyata pelestarian budaya dan penghormatan terhadap warisan intelektual masyarakat Kudus.
Tari Kretek adalah simbol kearifan lokal yang mencerminkan sejarah panjang Kudus sebagai kota kretek. Kretek bukan sekadar industri, tetapi juga bagian dari identitas masyarakatnya yang telah diwariskan turun-temurun.Â
Melalui tari ini, proses pembuatan kretek divisualisasikan secara estetis, memperlihatkan keterampilan dan dedikasi para pekerja dalam mengolah tembakau dan cengkeh hingga menjadi produk unggulan Nusantara.
Keunikan Tari Kretek terletak pada keselarasan antara gerakan tarian dan musik pengiringnya. Tembang kinanti yang dibawakan oleh terbang papat serta iringan gamelan pelog lancaran menghadirkan harmoni yang merepresentasikan kehidupan masyarakat Kudus yang religius dan penuh ketekunan. Bonang, saron, slentrem, ketipung, serta kendang menciptakan suasana khas yang membangkitkan semangat kerja dan kebersamaan.
Dalam setiap gerakan Tari Kretek, tersimpan sejarah, doa, dan kerja keras; mengajarkan bahwa budaya bukan hanya untuk dikenang, tetapi untuk dijaga dan diwariskan.
Busana yang dikenakan para penari juga memiliki makna filosofis mendalam. Caping kalo melambangkan ketekunan dan kerja keras, kalung susun renteng sembilan mencerminkan nilai-nilai Walisongo, sementara bros lima melambangkan rukun Islam yang menjadi pegangan hidup masyarakat Kudus. Simbolisme ini menegaskan bahwa Tari Kretek bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga sarana edukasi budaya dan spiritual.
Di balik gemerlapnya pagelaran ini, terdapat filosofi hidup masyarakat Kudus yang dikenal dengan Gusjigang, singkatan dari Bagus, Ngaji, Dagang. Falsafah ini mengajarkan keseimbangan antara moralitas, spiritualitas, dan profesionalisme dalam berwirausaha. Tari Kretek menjadi cerminan nyata bagaimana masyarakat Kudus memegang teguh nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Bagus (berperilaku baik) terlihat dalam keterampilan dan sopan santun para penari yang menampilkan tari dengan penuh penghormatan. Ngaji (belajar ilmu agama) tercermin dalam pemilihan musik dan pakaian yang sarat dengan simbol-simbol Islam.Â
Sedangkan Dagang (berdagang atau berwirausaha) direpresentasikan melalui tarian yang menggambarkan proses produksi kretek sebagai warisan ekonomi yang menghidupi masyarakat Kudus selama berabad-abad.