Mohon tunggu...
Muhammad Israq
Muhammad Israq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ejapi na nikana doang

Belajar sepanjang waktu !

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dyah Halayuda, Sangkuni dan Pentingnya Kebijaksanaan Pemimpin Negara

1 Agustus 2021   18:08 Diperbarui: 1 Agustus 2021   18:13 3569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


 

Tidak merasa lebih baik, terlebih lagi menggurui. Anggaplah opini ini sebagai ajakan bagi kita semua untuk merefleksikan Kembali beberapa hal yang luput dari perhatian di masa lalu agar tidak terulang kembali pada masa yang akan datang.

Dyah Halayuda

Dalam sebuah pemerintahan, peran dari para penasihat sangat krusial. Hal demikian dapat tercermin saat para pemimpin suatu wilayah mengambil kebijakan yang akan diberlakukan, ia harus berunding bersama para penasihatnya untuk mengambil keputusan yang sifatnya objektif dan dapat memberi kesejahteraan bagi rakyat/masyarakat wilayahnya.

Seperti halnya di Kerajaan Majapahit terdahulu, Raja pertama dari Majapahit ialah Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309 M). Dalam perjalanannya merintis Kerajaan Majapahit tidaklah mudah, ia harus bersusah payah bersama para manggala Kerajaan untuk menegakkan panji-panji kebesaran Majapahit.

Di masa kepemimpinan Raden Wijaya, ia dibantu oleh sejumlah manggala ternama, Misalnya saja Lembu Sora, Kebo Anabrang, Ranggalawe, Nambi, Kanuragan, Gajah Mada, Dyah Halayuda dan beberapa manggala lainnya. 

Dalam naskah Paraton dan Kidung Sorandaka, Dyah Halayuda identik dengan tokoh “Mahapatih“. “Maha” bermakna besar sedangkan “Patih” bermakna penguasa. Mahapati bukanlah nama asli melainkan julukan yang diberikan oleh pengarang Paraton dan Kidung Sondaraka untuk mencerminkan watak Dyah Halayuda yang licik.

Dyah Halayuda merupakan seorang yang berasal dari keluarga bangsawan, hal itu dapat tercermin dari penamaan dyah pada zaman terdahulu setingkat dengan raden pada zaman selanjutnya. Sama halnya penamaan Dyah Wijaya pada Negara Kertagama pada abad 14 diubah menjadi Raden Wijaya pada abad 16 dalam naskah Paraton.

Dalam masa kepemimpinan Raden Wijaya, sosok Dyah Halayuda gemar melancarkan fitnah disertai adu domba demi meraih ambisinya untuk menduduki posisi Mahapatih Kerajaan Majapahit.

Tidakan awal yang dilakukan Dyah Halayuda ada pada saat pengangkatan Nambi sebagai Patih di Majapahit. Ia kemudian menghasut Ranggalawe untuk tidak menerima pengangkatan Nambi sebagai Patih. Begitu pun sebaliknya ia juga menghasut Nambi untuk menindaklanjuti kelancangan Ranggalawe.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun