Mohon tunggu...
muhammad ikmal
muhammad ikmal Mohon Tunggu... Sosial budaya, Keuangan dan Perpajakan

Hobi: Menulis, Olahraga dan Membaca. Topik yang disukai: Sosial, Ekonomi, Keuangan, perpajakan dan Akuntansi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kecanduan Sosial Media: Siapa yang Harus Disalahkan?

29 September 2025   15:12 Diperbarui: 29 September 2025   15:12 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Image Generator

Media sosial dulunya dijanjikan sebagai penghubung: mendekatkan yang jauh, mempererat keluarga, memperluas relasi. Namun, semakin ke sini, ia sering terasa seperti jurang yang perlahan menarik kita jatuh. Kita terhanyut, bahkan bisa terluka tanpa sadar.

Opini di The Wall Street Journal menyoroti sisi gelap dunia ini: algoritma yang membuat kita betah berlama-lama, konten yang memicu rasa minder, hingga tekanan sosial yang membuat cemas. Pertanyaan besar pun muncul: siapa yang layak dipersalahkan?

Antara Manfaat dan Luka yang Tak Terlihat

Media sosial memang punya sisi terang. Ada yang berhasil menemukan pekerjaan, memperluas jejaring, hingga mendapatkan komunitas tempat ia merasa diterima. Namun, ada pula sisi bayangan.

Studi kesehatan mental menunjukkan, remaja yang menghabiskan lebih dari tiga jam sehari di media sosial berisiko dua kali lipat mengalami kecemasan atau depresi. Bahkan, risiko kesepian, gangguan tidur, dan rendahnya rasa percaya diri makin nyata.

Namun, menariknya, penelitian juga mengungkap bahwa penggunaan secukupnya (sekitar 1--3 jam sehari) tak selalu buruk. Jadi masalah utamanya bukan pada aplikasi itu sendiri, melainkan pada cara kita menggunakannya.

Algoritma: Sahabat atau Perangkap?

Kita jarang menyadari bahwa fitur sederhana seperti like, notifikasi, atau rekomendasi video bukanlah hal netral. Semua dirancang agar kita terus kembali, terus menggulir, dan sulit berhenti.

Sebuah laporan bahkan menyebut Instagram masih menggunakan fitur yang berpotensi berbahaya bagi remaja, seperti pesan yang hilang otomatis atau rekomendasi konten ekstrem. "Platform tahu apa yang mereka lakukan. Mereka membangun produk yang membuat orang ketagihan," ujar seorang pakar etika digital.

Suara dari Lapangan: Antara Lelah dan Tak Bisa Lepas

Fenomena ini nyata. Banyak orang sudah merasakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun