Penelitian dan fakta yang dipertanyakan
Hasil penelitian terhadap mahasiswa menunjukkan lebih dari 60% menyadari adanya ketidaksesuaian fakta dalam film, terutama soal adegan penyiksaan jenderal. Namun, narasi tunggal tentang "PKI pengkhianat" tetap dominan. Artinya, meski kritis, ruang kosong sejarah yang tidak diceritakan film seperti kisah korban sipil pasca 65 masih jarang dipahami.
Sejarawan pun menegaskan bahwa beberapa adegan memang dramatisasi, bukan hasil bukti medis. Ini menambah alasan bagi Gen Z untuk mempertanyakan validitas film, bukan sekadar menelannya bulat-bulat.
Harapan ada versi baru
Tak sedikit Gen Z yang berharap film ini dibuat ulang dengan pendekatan berbeda. Survei menunjukkan mayoritas milenial dan Gen Z mendukung ide remake bukan untuk meneguhkan propaganda, melainkan menghadirkan narasi yang lebih seimbang, modern, dan mudah dipahami.
Bahkan Presiden Jokowi pernah melempar gagasan itu: bikin film baru, dengan gaya bercerita kekinian, agar generasi muda bisa belajar sejarah tanpa dicekoki doktrin lama.
Catatan Penulis: pelajaran untuk generasi bebas
Bagi Gen Z, film Pengkhianatan G30S/PKI bukan lagi tontonan wajib penuh ketakutan. Ia hanyalah teks yang bisa dibaca ulang, dikritisi, bahkan diparodikan. Relevansinya bukan pada klaim kebenaran sejarah, melainkan pada ruang refleksi yang ia buka.
Gen Z menonton bukan untuk tunduk pada narasi tunggal, tapi untuk mencari makna sendiri. Mereka bebas memilih: mau percaya, meragukan, atau sekadar menjadikannya bahan meme. Dan mungkin justru di situlah letak kekuatan generasi ini mereka tidak lagi dikurung oleh satu tafsir sejarah, tapi berani menggali banyak versi, agar bisa melihat masa lalu dengan lebih jernih.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI