Mohon tunggu...
Muhammad Farkhan Ghifari
Muhammad Farkhan Ghifari Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Nama saya Muhammad Farkhan Ghifari, saya biasa dipanggil Farkhan atau Ghifari. Hobi saya ialah menulis. Sudah banyak karya tulis yang saya buat, namun saya belum berani mempublish hasil karya tulisan saya. Dan akhirnya saya menemukan sebuah media massa online bernama "Kompasiana" yang saya yakini dapat membantu saya berkembang dalam bidang catatan tulis. Kemudian, untuk kepribadian, saya memiliki kepribadian yang optimis, penuh tanggung jawab, tidak mudah menyerah, mudah bergaul, komunikasi yang lancar kepada semua orang, dan senang mengikuti forum diskusi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Dinamika Destabilisasi di Timur Tengah Denganh Pendekatan Kuantitatif Terhadap Arab Spring

20 Juli 2025   00:46 Diperbarui: 20 Juli 2025   00:46 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Peristiwa Arab Spring yang mengguncang Timur Tengah pada tahun 2011 dan tahun -- tahun berikutnya telah memberikan dampak signifikan dalam lanskap politik dunia. Gelombang protes, revolusi, dan konflik yang melanda negara -- negara Arab menimbulkan pertanyaan dasar, apa yang sejatinya memicu ketidakstabilan besar ini? Sebuah penelitian kuantitatif yang mendetail, yang menjadi pusat perhatian analisis ini, dengan berupaya menjawab pertanyaan tersebut dengan mengkaji faktor -- faktor yang mendorong gejolak sosial -- politik itu. Penelitian ini tidak hanya berusaha menemukan penyebab, tetapi juga menciptakan sebuah model prediktif untuk mengetahui potensi ketidakstabilan di masa mendatang.

Esensi dari penelitian ini adalah pengembangan Indeks Instabilitas yang menyeluruh, suatu instrumen yang ditujukan untuk menilai potensi ketidakstabilan sosial -- politik. Model ini dengan cerdas mengintegrasikan empat indikator utama, yaitu kontradiksi internal dalam masyarakat, karakteristik struktural dan demografi, kemampuan pemerintah untuk meredakan ketegangan sosial, serta "imunitas" historis suatu negara terhadap konflik internal. Menariknya, studi ini menunjukkan bahwa elemen -- elemen yang sering dianggap penting seperti tingkat kemiskinan dan korupsi, ternyata memiliki tingkat signifikansi statistik yang sangat rendah dalam menjelaskan besarnya destabilisasi selama Arab Spring. Hal ini menunjukkan bahwa cerita umum mengenai kemiskinan dan korupsi sebagai penyebab utama mungkin perlu dievaluasi kembali, setidaknya dalam konteks yang spesifik ini.

Analisis mendalam mengenai faktor -- faktor ketidakstabilan mengungkapkan beberapa penemuan penting. Pertama, karakter transisional dari rezim politik terbukti menjadi indikator yang kuat. Negara -- negara dalam tahap transisi dari otoritarianisme ke demokrasi yang belum stabil biasanya lebih mudah terkena gejolak. Hal ini disebabkan oleh runtuhnya mekanisme kontrol otoriter yang lama tanpa adanya instrumen demokratis yang memadai untuk menggantikannya. Kedua, perselisihan di kalangan elit, seperti yang terjadi di Mesir atau Tunisia, memiliki dampak destabilisasi yang sangat penting. Pemisahan di antara para penguasa mengurangi kekuatan kekuasaan dan memberikan kesempatan bagi oposisi. Ketiga, ketidakcukupan perangkat pengalihan kekuasaan, khususnya di negara -- negara republik otoriter, menjadi masalah utama. Tidak seperti monarki yang memiliki garis suksesi yang tegas, sistem republik sering kali terjebak dalam kebuntuan ketika pemimpin yang ada enggan melepaskan kekuasaan, memicu krisis legitimasi.

Selain itu, studi ini juga menekankan peran krusial dari "material mudah terbakar" demografi. Lonjakan jumlah pemuda, terutama yang disertai dengan tingkat pengangguran yang tinggi, menghasilkan kumpulan besar individu yang mudah terpapar radikalisasi dan ikut serta dalam demonstrasi. Namun, ada juga faktor "imunitas" yang menarik, negara -- negara yang baru saja mengalami konflik besar cenderung menunjukkan ketahanan yang lebih tinggi terhadap destabilisasi, karena warganya mungkin lebih memprioritaskan stabilitas dibandingkan perubahan drastis. Aspek lainnya yang juga sangat penting adalah peran dari oposisi Islamis. Penindasan total terhadap kelompok -- kelompok ini di berbagai negara justru menjadikan mereka kekuatan yang lebih berbahaya saat kesempatan hadir, sementara negara-negara yang membolehkan partisipasi legal Islamis cenderung lebih sukses mengelola tantangan politik.

Selain faktor -- faktor struktural dan sejarah, studi ini juga menemukan pemicu langsung yang mengubah ketidakpuasan yang terpendam menjadi protes terbuka. Lonjakan drastis harga pangan internasional, yang disebut "agflasi," secara signifikan memperburuk keadaan ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Seiring dengan perkembangan tersebut, revolusi media yang dipimpin oleh saluran seperti Al -- Jazeera dan lonjakan pengguna internet mempercepat penyebaran informasi serta koordinasi protes yang luar biasa, mengurangi kemampuan rezim otoriter untuk mengendalikan narasi. Terakhir, "efek domino" memiliki peran penting, di mana suksesnya protes di suatu negara memotivasi dan menimbulkan gejolak serupa di negara -- negara sekitar dengan kondisi ketidakstabilan yang serupa.

Walaupun model yang dibuat menyediakan pemahaman mendalam tentang kemungkinan instabilitas, perlu dicatat bahwa ia tidak mampu meramalkan secara tepat kapan dan di mana destabilisasi akan berlangsung. Namun, kemampuannya dalam mengenali potensi jangka panjang sangat berarti. Misalnya, jika indeks ini digunakan di Mesir dan Tunisia pada tahun 2000, skor yang dihasilkan akan mencerminkan tingkat potensi ketidakstabilan yang serupa dengan Yaman dan Yordania pada tahun 2011, yang menunjukkan bahwa tanda-tanda ketidakpuasan sudah ada jauh sebelum terjadinya Arab Spring.

Secara keselurhan, studi ini memberikan sumbangan penting bagi pemahaman kita mengenai dinamika destabilisasi di wilayah Timur Tengah. Dengan pendekatan kuantitatif yang rigor, ia berhasil mendalami kompleksitas elemen -- elemen yang berperan dalam Arab Spring, menantang berbagai asumsi biasa, dan menyediakan kerangka kerja yang solid untuk analisis serta pemahaman kemungkinan instabilitas di masa mendatang. Ini adalah bacaan krusial bagi siapa pun yang ingin mendalami lebih jauh dinamika yang terus membentuk wilayah Timur Tengah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun