Mohon tunggu...
Muhammad Fajar Ilfansyah
Muhammad Fajar Ilfansyah Mohon Tunggu... UIN Raden Intan Lampung

Mahasiswa/Penggiat Sejarah Sosial dan Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tukang Parkir: Pungli Yang Sudah Lumrah di Masyarakat

23 September 2025   10:00 Diperbarui: 23 September 2025   10:00 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah menjadi pemandangan yang biasa kita jumpai ketika sedang berbelanja ke minimarket, pasar, atau bahkan sekedar berolahraga ringan dengan berjalan kaki di taman kita menjumpai orang mengenakan rompi khasnya dengan tulisan "Juru Parkir" ketika hendak memarkirkan kendaraan di area yang sudah disediakan itu, atau kadang malah diarahkan ke area yang tidak semestinya digunakan untuk parkir oleh mereka. Tentu kita yang tidak tau, atau bahkan dalam beberapa keadaan secara terpaksa memberikan uang yang biasanya senilai Rp. 2.000 kepada mereka sebagai upah yang kadang entah untuk apa selain mengatakan "terus-terus" sambil memegang motor bagian belakang kita.

Hal ini kadang membuat kita jengkel, terutama apabila terjadi kehilangan, mereka tidak ada inisiatif untuk menjaga, apalagi hendak untuk mengganti rugi barang yang hilang. Padahal pada Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 3416/Pdt/1985 yang menyatakan bahwa parkir merupakan perjanjian penitipan barang, sehingga hilangnya kendaraan milik konsumen menjadi tanggung jawab pengusaha parkir. Tentu hal ini berbanding terbalik dengan keadaan dilapangan. Penetapan biaya kepada konsumen selalu dilakukan bahkan dalam area yang telah ditetapkan "Area Gratis Parkir".

Fenomena ini juga dapat mengindikasikan beberapa hal, antaranya: Pertama, begitu rendahnya pemahaman masyarakat akan undang-undang yang mengatur tata tertib dalam bermasyarakat. Kedua, sulit dan minimnya lapangan kerja memaksa masyarakat mengambil pekerjaan yang tidak semestinya ada. Ketiga, pengetahuan masyarakat tentang hak milik yang masih minim, dan implementasi agama sebagai pedoman hidup pun masih sebatas seremonial saja.

Tentu hal-hal tersebut menjadi intropeksi bersama, dan kita semua mengupayakan agar hal tersebut bisa terselesaikan dengan sebaik-baiknya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun