Mengapa Islam bisa menyebar dengan cepat dan bahkan pernah menjadi poros peradaban dunia? Padahal Islam tidak berangkat dari kebudayaan apapun melainkan bermula pada kepercayaan atau tauhid.Â
Apakah karena Islam memiliki doktrin jihad yang membuat umatnya pantang menyerah, atau hukum Islam yang dianggap tegas. Hingga hipotesis suprantauralnya yang menyatakan bahwa ketika manusia taat kepada entitas Transenden maka ia akan diberikan kebahagiaan dikehidupan pasca dunia. Konklusi-konklusi tersebut tidak dapat dinafikan dan benar adanya.Â
Namun, secara general apa yang membuat Islam menjadi dogma yang menghegemoni dunia pada abad ke 7 sampai abad pertengahan. Bahkan tidak hanya merasuki pengetahuan dunia yang bersifat immateril, tetapi coraknya dapat dilihat dari peninggalan materil berupa arsitektur dan benda-benda yang memiliki nilai guna tinggi hingga sekarang.
Islam sebagai identitas bermula di Jazirah Arab. Nabi Muhammad SAW merupakan seorang Rasul pembawa risalah Ilahiyah untuk umat manusia, risalah tersebut dikemas dalam satu kepercayaan dan tatanan ajaran yang disebut Islam.
Islam datang dalam keadaan asing, namun umatnya terus berupaya untuk menyebarkan agama Islam kepada dunia. Umat Islam mempercayai bahwa Islam adalah rahmatan lil-'alamin atau rahmat bagi seluruh alam. Sehingga bukan saja untuk orang Arab khususnya Makkah dan Madinah melainkan juga untuk semua orang yang ada di dunia, tidak terbatas oleh ras ataupun territorial. Tentunya banyak tantangan yang dihadapi dan perlu hal-hal solutif visioner untuk dilakukan.
Pada awal kedatangan Islam, Islam berupaya survive dan beradaptasi dengan lingkungan masyarakat Jazirah Arab. Pendekatan secara sosial budaya menjadi prioritas utama ketika masa itu.Â
Adat kebiasaan orang Arab Jahiliyah tidak luput diekstraksi oleh Islam. Islam mencoba memisahkan kebathilan dengan kebaikan tanpa membuang adat tersebut secara keseluruhan. Kemudian terjadi internalisasi nilai-nilai Ilahiyyah pada budaya yang diubah Islam. Internalisasi nilai-nilai Ilahiyah merupakan pemurnian dan penanaman nilai-nilai keTuhanan terhadap suatu hal.
Pada masa pra Islam atau Jahiliyah aqiqah sudah dikenal oleh masyarakat Arab, namun pada praktiknya terdapat perbedaan kontras dengan aqiqah yang disyariatkan Islam. Pada masa pra Islam orang-orang Arab akan melumuri darah hewan kurban pada anak yang baru dilahirkan, kemudian didoakan kepada berhala-berhala.Â
Sementara itu, ketika Islam datang terjadi perubahan signifikan pada ritual ini. Nabi Muhammad SAW memurnikan dan menanamkan nilai-nilai keTuhanann pada prosesi aqiqah. Islam mensunnahkan orang tua anak yang baru lahir untuk menyembelih hewan kurban, daging hewan kurban akan dibagi-bagikan kepada masyarakat sebagai bentuk kebaikan, praktik melumuri darah pada kepala bayi dihapuskan, dan kemudian diakhiri dengan pemberian nama serta doa untuk bayi.
Masa terus berjalan, arsitektur Islam mulai berkembang sejak Islam menyebar ke Persia. Karakteristik arsitektur Persia adalah bangunannya yang memiliki kubah-kubah. Ketika diadopsi oleh Islam, masjid-masjid mulai memiliki kubah diatasnya. Pada masa Rasulullah SAW belum ada menara pada Masjid, setelah 80 tahun Rasul wafat baru muncul menara.Â
Menara yang dikenal sebelum Islam dimanfaatkan terutama di Timur Tengah dan Mesopotamia, disebut Ziggurat, kemudian di Gereja-Gereja Suriah. Kompromi lintas budaya menjadi stimulus terjadinya akulturasi.Â