Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Penulis

Saya menjadi penulis sejak tahun 2019, pernah bekerja sebagai freelancer penulis artikel di berbagai platform online, saya lulusan S1 Teknik Informatika di Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Tahun 2012.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Budaya Fandom: Loyalitas atau Obsesi Berlebihan?

30 Januari 2025   13:09 Diperbarui: 30 Januari 2025   13:09 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam banyak kasus, fandom memberikan dampak positif, baik bagi penggemar maupun bagi industri hiburan itu sendiri. Para penggemar sering kali menjadi motor utama kesuksesan seorang artis, film, atau franchise tertentu. 

Mereka aktif mempromosikan idola mereka, menciptakan berbagai bentuk konten kreatif, seperti fan art, fan fiction, hingga teori atau analisis mendalam tentang karya yang mereka sukai. 

Selain itu, fandom juga bisa menjadi wadah bagi orang-orang dengan minat yang sama untuk berkumpul dan berbagi pengalaman, menciptakan rasa kebersamaan dan komunitas yang kuat.

Tak hanya itu, beberapa fandom bahkan berkontribusi pada kegiatan sosial yang lebih luas. Penggemar sering mengorganisir proyek amal atas nama idola mereka, mengumpulkan donasi, atau melakukan aksi sosial seperti penghijauan dan bantuan kemanusiaan. 

Hal ini menunjukkan bahwa fandom tidak selalu sekadar tentang mengidolakan seseorang, tetapi juga bisa menjadi kekuatan yang berdampak positif bagi masyarakat.

Ketika Fandom Berubah Menjadi Obsesi

Di sisi lain, tidak jarang fandom berkembang menjadi obsesi yang berlebihan. Beberapa penggemar merasa begitu terikat dengan idola atau karya yang mereka sukai hingga melibatkan diri secara emosional secara berlebihan. 

Mereka tidak hanya menikmati konten atau mendukung sang idola, tetapi juga mulai menganggapnya sebagai bagian dari identitas pribadi. Akibatnya, segala hal yang menyangkut idola mereka, baik kritik maupun perubahan yang tidak sesuai dengan ekspektasi, bisa memicu reaksi emosional yang ekstrem.

Salah satu bentuk obsesi yang sering terjadi adalah fanatisme yang membutakan. Penggemar yang terlalu fanatik sering kali sulit menerima kritik terhadap idola mereka dan akan langsung menyerang siapa pun yang berani memberikan pendapat berbeda. 

Di media sosial, fenomena ini bisa terlihat dalam bentuk perang tagar, doxxing (membocorkan informasi pribadi seseorang), hingga perundungan daring terhadap individu atau kelompok yang dianggap "menyerang" idola mereka. Tidak jarang pula terjadi konflik antar-fandom yang berlarut-larut, hanya karena perbedaan preferensi.

Selain itu, ada juga penggemar yang terlalu mengidolakan hingga ingin memiliki kendali atas kehidupan pribadi idola mereka. Mereka merasa seolah-olah memiliki hak untuk menentukan bagaimana idola mereka harus berperilaku, berpenampilan, bahkan dengan siapa mereka boleh berhubungan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun