CIMAHI - Hampir dua puluh tahun setelah tragedi longsor sampah TPA Leuwigajah yang menewaskan 157 orang pada 21 Februari 2005, persoalan sampah plastik di Kota Cimahi masih mengancam. Kini, mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung hadir dengan solusi inovatif melalui program ecobrick, melibatkan lebih dari 200 santri TPQ dan DTA di RW 09 Kelurahan Leuwigajah untuk mengubah 250 botol sampah plastik menjadi instalasi ramah lingkungan.
Tragedi 2005 yang menimbun Kampung Pojok dan Kampung Cilimus akibat longsoran sampah setinggi puluhan meter menjadi latar belakang penting program Kuliah Kerja Nyata (KKN) bertema "Ecobrick sebagai Solusi Inovatif untuk Pengelolaan Limbah Plastik" ini. Ledakan gas metana yang memicu bencana tersebut sebagian besar disebabkan oleh sampah plastik yang bercampur dengan limbah organik, menciptakan proses pembusukan anaerobik berbahaya.
Ancaman Sampah Plastik Masih Mengintai
"Sampah plastik yang sulit terurai dan kerap menyumbat saluran air memperbesar risiko banjir dan longsor sampah. Karakteristik plastik yang bercampur dengan sampah organik juga memperburuk pembentukan gas metana seperti yang memicu tragedi 2005," jelas Muhammad Daffa, Ketua Kelompok 2 KKN Orda Mitra Pemda Kota Cimahi.
Program yang berlangsung Juli-Agustus 2025 ini secara khusus dirancang untuk mencegah terulangnya tragedi dengan mengelola sampah plastik sejak dari sumber. Keenam madrasah yang terlibat - Masjid Al-Mukhtar, Diniyah Takmiliyah Miftahus Shiddiq, Masjid Baitun Naim, Masjid Nurul Huda, Al Afkar, dan Masjid Nurul Khoir - menjadi garda terdepan dalam upaya pencegahan bencana melalui edukasi lingkungan.
Kolaborasi Masyarakat Demi Pencegahan Bencana
Pelaksanaan program melibatkan seluruh elemen masyarakat. Ketua RT 08 tidak hanya memberikan izin pemasangan instalasi di Lapang Poral Komplek Leuwigajah Jaya, tetapi juga memfasilitasi dukungan warga berupa penyediaan alat seperti sekop dan air selama proses pemasangan rangka. RW 09 bahkan menyediakan kendaraan untuk memindahkan instalasi.
Sosialisasi yang diberikan kepada santri tidak sekadar mengajarkan teknik pembuatan ecobrick, tetapi menekankan urgensitas pengelolaan sampah plastik sebagai upaya pencegahan bencana. Para santri dibekali pemahaman bagaimana penumpukan sampah plastik tanpa pengelolaan tepat dapat berubah menjadi ancaman keselamatan, seperti yang terjadi pada tragedi 2005.
Pemasangan Ecobrick
Pemasangan instalasi ecobrick selama tiga hari (20-22 Agustus 2025) melibatkan partisipasi aktif masyarakat, mencerminkan komitmen bersama dalam pencegahan bencana. Instalasi yang kini berdiri permanen dengan tulisan "RW 09", "RT 08", dan "KKN UIN SGD" bukan sekadar monument, melainkan pengingat akan pentingnya kewaspadaan terhadap ancaman sampah.