Mohon tunggu...
Muhammad Afzal
Muhammad Afzal Mohon Tunggu... Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Game/Fotografer/Streaming/Social

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Lebaran dan Hidangan Cinta: Ketupat, Opor, dan Rendang yang selalu dirindukan

12 April 2025   09:23 Diperbarui: 12 April 2025   09:23 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Lebaran dan Hidangan Cinta: Ketupat, Opor, dan Rendang yang Selalu Dirindukan
Lebaran. Dua suku kata yang selalu membawa kenangan, kehangatan, dan rasa rindu yang tidak pernah habis. Buat banyak orang, terutama kami para anak muda yang kadang terjebak dalam rutinitas, pekerjaan, atau kuliah di luar kota, Lebaran adalah momen yang ditunggu-tunggu. Bukan hanya karena bisa pulang ke rumah, ketemu orang tua dan saudara, atau menikmati libur panjang tapi juga karena satu hal yang sederhana tapi sakral: makanan khas Lebaran yang menggugah rasa dan membangkitkan kenangan.

Dari pagi hari, setelah salat Id di masjid bersama keluarga, aroma dari dapur rumah langsung menyambut. Harum santan yang berpadu dengan rempah-rempah, uap panas dari opor ayam yang baru matang, suara sendok mengaduk semur daging di panci besar, dan tentu saja---si ketupat yang telah direbus sejak malam sebelumnya. Semua itu bukan cuma soal masak-memasak. Ia adalah bagian dari tradisi, bagian dari cinta, bagian dari identitas yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Sebagai anak muda yang tumbuh di era serba instan, makanan Lebaran punya tempat istimewa di hati. Ketupat, misalnya. Dibuat dengan cara yang tidak sederhana menganyam janur kelapa, mencuci beras, lalu merebusnya berjam-jam ketupat adalah lambang kesabaran. Tapi justru dari proses itulah kita belajar bahwa cinta dan kehangatan itu butuh waktu. Dan ketika ketupat itu akhirnya tersaji di meja, dipotong dan disiram kuah opor, rasanya bukan cuma enak, tapi juga penuh makna.

Opor ayam, dengan kuah santannya yang kental dan aroma serai yang khas, selalu membawa memori tentang pelukan ibu dan obrolan ringan di ruang makan. Rendang, dengan rasa pedas manis yang dalam dan tekstur daging yang empuk, mengingatkan pada perjuangan ayah yang diam-diam bangga bisa menyantap masakan favoritnya. Di setiap sendok makanan, ada cerita, ada cinta, ada rumah.

Buatku pribadi, salah satu momen paling hangat di Lebaran adalah ketika kami sekeluarga duduk melingkar di meja makan, menyantap semua hidangan itu bersama-sama. Suara tawa terdengar lebih hangat. Obrolan jadi lebih hidup. Dan walaupun cuma makan ketupat dan opor, suasananya terasa mewah. Tidak ada restoran bintang lima yang bisa menyaingi rasa makanan di hari Lebaran, karena bumbunya bukan cuma santan dan rempah, tapi juga kasih sayang dan kehadiran orang-orang yang kita sayangi.

Di era digital seperti sekarang, kita terbiasa dengan hal yang serba cepat. Makanan cepat saji, komunikasi lewat pesan singkat, hubungan yang bisa berubah dalam hitungan hari. Tapi saat Lebaran tiba, semua terasa melambat. Kita kembali ke akar. Duduk bersama, makan bersama, dan mengingat bahwa hal-hal paling bermakna dalam hidup sering kali hadir dalam bentuk yang sederhana: semangkuk opor, sepiring rendang, dan ketupat yang disajikan dengan senyum tulus dari ibu.

Kadang, aku berpikir, mungkin inilah alasan kenapa makanan selalu menjadi bagian penting dari perayaan. Karena makanan punya kekuatan menyatukan. Ia bisa membuat orang yang jarang pulang jadi ingin kembali. Ia bisa membuat percakapan yang canggung jadi lebih hangat. Ia bisa menghubungkan generasi muda dengan nilai-nilai yang dijaga oleh para orang tua. Makanan bukan sekadar isi perut, tapi juga pengisi hati.

Lebaran mungkin hanya datang setahun sekali. Tapi rasa dan kenangan yang dibawanya akan tinggal jauh lebih lama. Dan ketika semua orang kembali ke rutinitas masing-masing, kembali ke kesibukan, ke jadwal yang padat, satu hal yang akan terus kita ingat adalah rasa dari rumah. Rasa dari ketupat yang dimakan bersama, rendang yang dibawa ibu ke meja makan dengan senyum bangga, dan opor ayam yang tak pernah gagal menyentuh hati.

Karena sejatinya, Lebaran bukan hanya tentang saling memaafkan atau berbagi kebahagiaan. Lebaran juga tentang mengenang rasa yang menyatukan rasa yang membuat kita selalu ingin pulang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun