Mohon tunggu...
Muhammad Aldhi Harniman
Muhammad Aldhi Harniman Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Gadjah Mada

Satu dari sekian banyak Generasi Emas Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pemilihan Pelayanan Publik dalam Era 4.0

16 Mei 2020   06:00 Diperbarui: 16 Mei 2020   07:06 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Semakin berkembangnya zaman, semakin berkembang pula paradigma administrasi publik dan menjauhi dikotomi politik-administrasi. Setiap kali paradigma administrasi baru muncul, itu merupakan sebuah peneyelesaian masalah dari paradigma sebelumnya (anomali).

Sekarang, di era modern atau 4.0 saat ini, munculnya teknologi-teknologi mendorong adanya keterbukaan, keakuratan, keefektifan terhadap pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah. Hal tersebut menjadi permasalahan Administrasi Publik Zaman Now atau New Public Administration (NPM). Demhardt dan Denhardt mengatakan bahwa paradigma administrasi publik dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu The Old Public Administration, The New Public Management, dan The New Public Service. Administrasi Publik Lama sangat erat kaitannya dengan dikotomi politik-administrasi, model rasional milik Herbert Simon dan fungsi manajemen menurut Luther Gullick POSDCORB.

Singkatnya, Administrasi Publik Lama lebih berfokus pada organisasi atau lembaga pemerintah yang berkaitan erat dengan politikdan cenderung mengedepankan sistem dan prosedur, birokratis, pemberian layanan yang tidak efektif dan efisien. Administrasi Publik Baru menekankan pada nilai-nilai efisiensi, produktivitas dan bisnis yang dimasukkan ke dalam publik dalam rangka meningkatkan dan menstabilkan keadaan birokrasi publik yang cenderung kurang efektif dan efisien dalam kinerja layanan publik dikarenakan jumlahnya yang besar dan banyak.

Administrasi publik baru juga menanggapi keluhan-keluhan yang ada di masyarakat, inefisien, banyak terjadi penyimpangan, penurunan kinerja serta tidak memperhatikan para pegawai penyelenggara layanan. Karakteristiknya sudah diterapkan berbagai negara seperti penanganan oleh manajemen yang bekerja secara profesional, mempunyai kriteria tersendiri, dan penyediaan sumber daya manusia dan teknologi.

Manajemen Publik Baru telah digunakan di berbagai negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika.  The New Public Service memberikan kesegaran terhadap peran pemerintah yang dalam manajemen publik sebagai fasilitator pada layanan publik. Maksudnya adalah untuk mencapai tujuan dengan cara membangun kerjasama antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil.

Kehadiran pemerintah di sebuah negara seharusnya mensejahterakan warga negaranya ini sesuai dengan salah satu unsur yang dimiliki negara. Indonesia, dasar ideologi yang lebih mengedepankan pelayanan dan kesejahteraan kepentingan publik. Ideologi fundamentalisme yang dianut negara kita memberikan harapan penuh terhadap kesejahteraan pelayanan dan kepentingan publik dengan harapan baru kepada masyarakat publik. Apalagi di era digital ini, yang menurut masyarakat publik masih banyak hal-hal yang perlu diperbaiki terutama menyangkut nilai-nilai kemasyarakatan yang kalah dengan kepentingan birokrasi pemerintah.

Permasalahan-permasalah yang menyangkut kinerja pemerintah, aspirasi masyarakat, peluang publik yang terhambat, adanya dominasi hak yang dilakukan, dan tindakan yang mengekang (Represif) (Mahsyar, A. 2011). Jadi, penyelenggaraan pelayanan publik tidak lagi dilihat sebagai upaya untuk melayani masyarakat semata, tetapi berdalih menjadi kepentingan pemerintah semata agar bisa memerintah dan mengontrol masyarakat (bawahan), hal ini sama seperti perusahaan-perusahaan lakukan.

Untuk itu pemerintah perlu change Approach terhadap publik dengan melihat dari gagasan yang dikemukakan oleh Denhardt & Denhardt tentang pelayanan publik; Menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, yang merupakan landasan pemerintahan seperti kewarganegaraan dan kepentingan publik.

Nilai yang terkandung harus membuat para pelayan publik atau pemerintah semangat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara adil, dan jujur. Oleh karena itu Denhardt & Dendhardt mengatakan bahwa harusnya pemerintah mengganti pola pendekatan yang sebelumnya memerintah seperti pola perusahaan menjadi mau mendengarkan keluh-kesah para masyarakat, dan membentuk masyarakat yang cepat tanggap, penuh kesadaran (awarness) (Suwarno, Y. 2008) dengan apa yang harus dipenuhi oleh masyarakat. Jadi, para pelayan publik dan pemerintah haruss mendengarakan suara-suara masyarakat dan apa yang dimau oleh masyarakat (citizens) atau demokratis.

Untuk menciptakan sebuah manajemen publik yang demokratis, maka The New Public Service (NPS) merupakan pilihan yang tepat dan memberikan perubahan terhadap kondisi birokrasi pemerintahan. Namun, pamerintah harus berani mengambil risiko untuk mewujudkan NPS, seperti harus mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran agar semua berjalan semestinya. Tidak mudah juga bagi pemerintah beralih dari administrasi lama ke yang baru (NPS).

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelayanan publik, dapat dilihat dari standar pelayanan publik itu sendiri yang partisipatif, Tranparansi, dan Akuntabel. Karena publik selalu menuntut kualitas pelayanan dari birokrat (Mahsyar, A. 2011).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun