Mohon tunggu...
muhammad yusuf
muhammad yusuf Mohon Tunggu... -

Dosen dan peneliti Universitas negeri medan

Selanjutnya

Tutup

Nature

Kemandirian Pangan di Era Globalisasi

31 Mei 2010   10:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:50 1087
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

M.Yusuf Hasibuan
Peneliti pada Pusat Penelitian Sains Dan Tekhnologi dan Dosen Unimed

Saat ini tiada lagi batas geografis antara satu negara dengan negara lainnya. Setiap negara memiliki ketergantungan yang besar satu sama lainnya. Globalisasi mempengaruhi dunia pertanian termasuk didalamnya ketahanan pangan. Harga produk pertanian akan dipengaruhi oleh kondisi yang berkembang pada negara lain.
Sebagaimana kita lihat pada tahun 2008 harga beras melonjak tinggi. Padahal negeri ini mencapai swasembada beras. Ini disebabkan karena Filiphina kekurangan stok beras sehingga harus melakukan impor dari negara tetangga. Stok beras yang ada di pasaran secara otomatis berkurang. Begitu juga dengan harga gula yang tinggi disebabkan menurunnya produksi gula dalam negeri India. Dari kedua peristiwa ini diperoleh hubungan erat antara ketersediaan produk pertanian di negara lain dengan Indonesia.
Indonesia sebagai negara yang memiliki ketahanan pangan akan diuntungkan dengan adanya ketergantungan negara lain dalam memenuhi ketahanan pangannya. Negara ini dapat mengambil peluang dari kekurangan stok pangan bangsa lain. Kita dapat memenuhi kebutuhan mereka dengan menyiapkan hasil pertanian sebanyak – banyaknya untuk diekspor. Langkah ini akan meningkatkan harga komoditas pertanian. Kesejahteraan petani akan dapat terpenuhi.
Modal kita cukup besar untuk menangani persoalan pangan di beberapa negara. Tanah yang subur serta iklim yang sesuai untuk pertanian dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian. Lahan kosong dapat digunakan untuk kebutuhan pangan di berbagai negara. Di sisi lain Indonesia harus tetap menjaga ketahanan pangannya tanpa harus bergantung pada negara lain. Ketahanan pangan sesuai PP No.68 tahun 2002 adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercemin dari tersedianya pangan baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan dapat diartikan kemampuan mengakses secara cukup untuk mempertahankan kehidupan yang sehat. Setelah produksi swasembada pangan terpenuhi, tetap juga harus dijaga distribusi dan konsumsinya. Hal ini perlu agar distribusi pangan tetap merata di seluruh Indonesia sehingga tidak ada satupun daerah yang kekurangan stok pangan. Sisanya dikirim ke luar negeri.
Sebagaimana kita ketahui bersama pada umumnya tanaman dapat tumbuh subur pada temperatur 20 – 38 oC. Hampir seluruh daerah di Indonesia memiliki temperatur pada kisaran tersebut. Tanpa harus mengeluarkan dana yang besar untuk menjaga kondisi temperatur, petani kita dapat memproduksi bahan pangan untuk kebutuhan ekspor. Letak astronomis Indonesia yang berada tepat pada garis khatulistiwa juga memberi keuntungan yang besar bagi negeri ini. Matahari yang bersinar sepanjang tahun dengan curah hujan tinggi menjadikan Indonesia negeri subur dengan keanekaragaman hayati yang melimpah. Potensi ini dapat digunakan seluas –luasnya untuk pengembangan produk pangan dan pertanian.
Adanya keterbukaan di era globalisasi akan menguntungkan petani apabila peran dari berbagai pihak berjalan secara optimal. Selama ini yang terjadi adalah ketika panen telah tiba harga produk pertanian menurun drastis disebabkan minimnya pasar. Petani pada akhirnya hanya mengalami kerugian. Modal yang dikeluarkan untuk pengolahan pertanian tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh. Tidak ada cara lain selain melakukan alih profesi dari petani menjadi karyawan pabrik, jasa dan lainnya. Era globalisasi yang menuntut adanya ketergantungan negara lain akan dapat menjawab persoalan ini. Tinggal manajemen pemasarannya yang perlu diperbaiki. Harapannya walaupun pada musim panen tiba, harga pangan tetap stabil agar petani memperoleh keuntungan sesuai yang diinginkan.
Perluasan lahan pertanian salah satu langkah yang harus dilakukan. Seyogyanya lahan pertanian jangan lagi dibuat untuk pemukiman. Hal ini sesuai dengan Undang – Undang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Melalui UU ini kawasan dan lahan pertanian ditetapkan (jangka panjang, menengah, pendek) lewat perencanaan kabupaten/kota atau provinsi (pasal 11). Sekarang banyak lahan subur ternyata banyak dibuat menjadi pemukiman. Setiap tahun lahan pertanian semakin sempit sementara jumlah pemukiman semakin meningkat. Tata kota dan pengembangan wilayah di Indonesia harus dipertegas.
Peraturan mengenai pengaturan lahan harus dioptimalkan. Izin bangunan jangan dikeluarkan apabila daerah tersebut merupakan lahan subur untuk pertanian. Deli serdang dalam menangani stok berasnya perlu dicontoh. Pemerintah daerah menyiapkan lahan untuk produksi berasnya supaya harga beras dan stok pangan dapat terjamin. Setiap daerah perlu memiliki lahan pertanian supaya stok pangannya terpenuhi.

Pengembangan Pertanian
Pengembangan pertanian di Indonesia seperti kita lihat pada umumnya masih menggunakan sistem tradisional. Pengolahan sawah masih dilakukan dengan menggunakan sistem manual. Terkadang satu atau dua petani menggunakan hewan untuk mengolah tanah seperti kerbau. Padahal telah banyak ditemukan alat yang membantu untuk meningkatkan produktifitas pertanian. Di banyak negara dengan tanah yang tidak terlalu luas diperoleh hasil yang maksimal. Berbeda dengan negeri kita, tanah luas tapi hasilnya minim.
Kesulitan yang paling utama adalah minimnya lahan. Pada umumnya petani hanya memiliki lahan dengan ukuran 0,3 hektar. Apabila digunakan dengan cara modern tentu tidaklah efektif. Dengan lahan hanya 0,3 hektar akan sulit menerapkan prinsip – prinsip pertanian modern. Selain menghamburkan sumber daya, tenaga kerja, biaya yang dikeluarkan juga tinggi. Untuk mengatasi minimnya lahan perlu kita cermati usulan Prof.Dr.Ir.Sayogyo mantan guru besar sosial ekonomi pertanian IPB.
Usulannya adalah supaya hamparan sawah yang terdiri dari banyak pemilik dikonsolidasikan menjadi satu hamparan yang utuh. Hak kepemilikan lahan masing – masing tetap tidak dihilangkan. Apabila rata – rata petani memiliki lahan 0,3 hektar dikonsolidasikan sebanyak 10 pemilik maka akan menjadi 3 hektar. Dengan lahan yang lebih luas pengelolaannya akan dapat dilakukan dengan mudah. Kondisinya dapat dibuat menjadi seragam. Prinsip pertanian lebih mudah diterapkan dengan menggunakan peralatan modern. Harapannya produksi pertanian akan dapat meningkat berkali lipat serta kualitasnya jauh lebih baik.
Usul ini sangat tepat karena biasanya pemilik lahan pertanian yang berdekatan masih memiliki hubungan kerabat yang dekat. Ini dapat terjadi karena tanah dibagi berdasarkan turun  temurun. Dengan menerapkan prinsip Prof Sayogyo, Kemandirian pangan diharapkan akan tetap terjaga di setiap daerah di Indonesia. Setelah mandiri dilakukan ekspor ke luar negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan negara tetangga. Indonesia sebagai negara agraris akan dengan mudah menjadi negara yang mandiri dalam hal pangan.
Pengembangan produk pangan dari hulu ke hilir perlu dilakukan lebih intensif lagi. Apabila suatu saat negara yang ketergantungan bahan pangan telah mandiri, produk pangan masih tetap dapat digunakan untuk kebutuhan lain. Ini dilakukan sebagai antisipasi jangka panjang dalam menangani produk pangan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun