Danantara telah melakukan aksi korporasi setelah ditekennya UU pembentukan Danantara berupa investasi ke beberapa sektor lini, termasuk menyuntikan dana berupa Shareholder Loan  ke PT Garuda Indonesia untuk pendanaan operasional PT Garuda Indonesia dan PT Citilink sebesar US$405 Juta atau setara Rp 6,65 triliun. Suntikan dana itu merupakan bagian dari total dukungan pendanaan sekitar US$ 1 miliar atau setara dengan Rp 16,3 triliun. Dengan dana yang dikeluarkan sedemikian rupa, tentu banyak publik yang skeptis akan langkah tersebut, karena historikal kinerja PT Garuda Indonesia tidak meyakinkan dan sering merugi walaupun telah sering disuntik oleh pemerintah. Saham PT Garuda Indonesia mengalami penurunan yang signifikan dalam tahun 2025 pernah mencapai dilevel Rp36 walau setelah angin surga akan Investasi Danantara ke PT Garuda Indonesia telah meningkatkan harga saham PT Garuda Indonesia ke level Rp70 (Posisi 26 Juni 2025). Sebelum masuk lebih dalam membahas mengenai selak beluk Garuda Indonesia setidaknya mari kita melihat secara garis besar apa saja biaya yang dikeluarkan oleh PT Garuda Indonesia.
Menurut Inaca (Indonesia National Air Carrier Association) perusahaan penerbangan mengeluarkan biaya 10-16 persen untuk lebih banyak untuk membeli avtur di Indonesia. Biaya avtur menjadi komponen besar dalam biaya beban operasional maskapai penerbangan yakni sebesar 40-45 persen. Â Penjualan avtur di Indonesia didominasi oleh PT Pertamina. Dapat disimpulkan secara garis besar, nasib keberlangsungan maskapai di Indonesia khususnya PT Garuda Indonesia ditentukan oleh PT Pertamina karena komposisi biaya PT Garuda Indonesia sangat pengaruhi oleh harga avtur. Pemerintah sebagai pemegang kendali BUMN seharusnya menaruh perhatian lebih dalam terhadap rantai pasok avtur oleh PT Pertamina dari hulu dan hilir, mengingat ditahun 2025 publik dihebohkan dengan kasus Pertamax dan Pertalite. Tidak heran mengapa banyak keluhan bahwa PT Garuda Indonesia selalu merugi dan harga tiket pesawat mahal ya karena harga avturnya sendiri saja mahal.
Alangkah lebih eloknya keputusan pemerintah dalam menyuntik Garuda Indonesia diikuti pula untuk memperbaiki rantai pasok avtur di Pertamina mengingat masih hangatnya kasus Pertamax dan Pertalite pada PT Pertamina yang jumlahnya sangat fantastis. Pemerintah dapat pula mempertimbangkan opsi untuk menginstruksikan  PT Pertamina untuk menjadi pemegang saham minoritas pada PT Garuda Indonesia ataupun mengambil alih saham mayoritas PT Citilink mengingat PT Pertamina juga memiliki maskapai serupa yakni PT Pelita Air Service yang mengumumkan perolehan laba pada tahun 2024. Pengambilalihan oleh PT Pertamina dapat sebagai bentuk langkah dari Pemerintah agar Pertamina juga bertanggung jawab dan tidak abai karena jika Pertamina melakukan pembenahan secara signifikan maka PT Pertamina juga yang untung begitu pula sebaliknya jika PT Pertamina tidak serius maka akan rugi pula. Hal ini mengingat PT Pertamina cukup sukses dalam mengelola sebuah maskapai dan terlebih lagi PT Pertamina telah mengembangkan dan melakukan uji coba bio avtur pada PT Garuda Indonesia dapat pula menjadi peluang bisnis bagi kedua belah pihak dimasa depan. Melakukan kajian secara menyeluruh dapat menyelesaikan masalah khususnya terkait harga bensin dan avtur yang mahal dan tiket pesawat yang mahal.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI