Mohon tunggu...
Muhammad SyaifulArief
Muhammad SyaifulArief Mohon Tunggu... Guru - Roosibun writer

رب سكوت ابلغومن كلام

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Narasi Mengalahkan Data, Viralitas Mengalahkan Objektivitas

27 Desember 2022   08:54 Diperbarui: 27 Desember 2022   08:56 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Partai politik berlomba-lomba mengusung bakal calon presiden dan wakil presiden 2024. Baliho-baliho bertaburan dimana-mana. Berbagai persyaratan pilpres mencoba dipelajari oleh parpol. Track record yang baik pada masyarakat menjadi kunci peluang akan dicalonkan. Isu mengenai 3 periode presiden Jokowi juga tidak boleh ditampikan. Maraton citra lewat media selalu ditampilkan akhir-akhir ini.

            Zaman generasi Gen Z mengalami kegemukan informasi tanpa filter. Semua anggota parpol menampilkan kebaikan-kebaikan calonya. Masyarakat yang awalnya benci menjadi suka Historis prestasi yang tidak ada, diada-adakan demi menuai kontestasi pilkada. Didalam dunia media kebohongan menjadi hal yang lumrah, karena citra lebih utama dari pada keaslian.

           

 Sikap egoistik selalu dibungkus dengan mengatasnamakan rakyat. Buzzer menampilkan keburukan-keburukan bakal calon demi menyeret masyarakat tidak memilihnya. Setiap narasi buzzer bangun membelokan data yang ada. Sikap ini melahirkan cuitan pujian bagi mereka yang dibayar. Media massa di milikinya sehingga yang selalu keluar adalah kebaikan.

Karena inilah masyarakat dilema, bukan karena bingung memilih baik dengan buruk. Melainkan memilih baik dengan keburukan dibungkus dengan kebaikan. Kebaikan karena belasungkawa tragedi Itaewon, kebaikan berani terjun ke pasar dengan rakyat, menanam padi maju, dan membagikan baju kepada masyarakat. Terakhir pengajian di stadion Gelora Bung Karno yang penuh antusias.

Masyarakat hari ini dikendalikan oleh Buzzer. Sikap sosial yang awalnya baik sesama tetangga, berubah menjadi buruk hanya karena berbeda pilihan calon. Masyarakat tidak sadar bahwa setiap orang dapat memiliki 10 akun anonim lebih untuk mendongkrak pasangan mereka. maka komentar negatif akan mempengaruhi keputusan kita untuk tidak memiliki bakal calon tersebut, sehingga berbalik menghujatnya. Hal inilah yang dapat memecah belah sosial masyarakat.

Emanuel Khant pernah bilang ''baik buruk itu berasal dari dorongan jiwa, setiap orang mampu menilai kebaikan dengan nuraninya, namun keburukan yang viral dapat menutupi objektivitas mata hati''. Sehingga berbalik memberikan suara kepada yang baik manipulatif kepada pasangan calon mereka. Perlunya kita jangan sampai terprovokasi bahkan dibutakan oleh keburukan yang tersebar.

Sikap sosial yang baik akan terus konsisten diberita manapun. Viralitas yang negatif tidak perlu ditanggapi, sehingga membuat Buzzer tidak laku. Semakin kamu menanggapi dengan komentar negatif, tindakan sosial negatif maka tujuan parpol tercapai untuk merauk suara, Buzzer mendapat bayaran yang tinggi. Perlunya kita sebagai masyarakat yang baik untuk selalu menanyakan kepada seorang terkait narasi yang membelokan data ini. Karena banyak hari ini narasi-narasi masyarakat jelek karena dibayar. Mereka rela Negara ini bobrok dari pada maju.

Jika perkataan tak mampu memunculkan kebaikan maka pilihan utama adalah diam. Kita hari ini lebih andil dalam hal yang tidak penting dari pada hal yang penting. Tidak bisa membedakan mana cemilan dan menu utama. Kita hanya terseret arus kotor karena adanya viralitas yang negatif. Sehingga inilah dekadensi moral yang sekarang kita hadapi. Kita Negara timur yang disebut ekspresif, melimpah dengan sopan dan santun namun sering tergeret narasi yang negatif.

Polarisasi masyarakat karena budaya taqlid ikut-ikutan harus kita hentikan. Mari kita sebagai warga sosial yang baik untuk selalu mengecek, cermat terhadap narasi-narasi negatif yang dibuat oknum tertentu. Sifat kritis sebagai agent of change harus kita sadarkan dan tularkan kepada masyarakat kini apalagi menjelang pilpres 2024. Selalu memeriksa fakta terhadap data yang ada karena untuk kepentingan rakyat, bukan hipokrisi mengatasnamakan rakyat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun