Audit Mutu Internal sejatinya bukan semata kegiatan administratif untuk memenuhi syarat akreditasi atau regulasi, tetapi merupakan proses reflektif dan strategis untuk mengevaluasi kinerja institusi berdasarkan standar yang telah ditetapkan sendiri. Dengan kata lain, AMI menjadi sarana institusional untuk membangun budaya mutu yang tidak terjebak pada rutinitas formalitas, melainkan mengakar dalam kesadaran kolektif seluruh unit kerja. Budaya mutu akan tumbuh subur ketika AMI diposisikan sebagai proses pembelajaran institusi---bukan sebagai mekanisme penghakiman, melainkan sebagai cermin bersama untuk terus bertumbuh.
Langkah awal menuju budaya mutu yang berkelanjutan adalah pemetaan kelembagaan yang sistematis. Setiap unit kerja, baik di tingkat universitas, fakultas, program studi, maupun unit pendukung, harus memiliki peran yang jelas dalam siklus penjaminan mutu. Dalam kerangka SPMI, hal ini dikenal dengan siklus PPEPP: Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan. Seluruh elemen di UIN Raden Fatah harus memahami bahwa mereka adalah bagian dari siklus ini. Dosen bukan sekadar pengajar, tetapi penjamin mutu pembelajaran. Staf administrasi bukan sekadar pelaksana teknis, tetapi penjaga standar layanan. Pimpinan bukan sekadar pengambil kebijakan, tetapi penentu arah budaya mutu itu sendiri.
Siklus PPEPP bukan siklus yang berhenti pada evaluasi semata. Evaluasi harus dilanjutkan dengan pengendalian terhadap penyimpangan, dan yang lebih penting, dengan peningkatan berkelanjutan. Dalam kerangka ini, AMI menjadi titik krusial karena ia menjadi alat ukur efektivitas pelaksanaan standar sekaligus bahan baku bagi proses perbaikan. Audit tidak akan berarti tanpa tindak lanjut. Temuan audit, baik yang bersifat ketidaksesuaian maupun area yang dapat ditingkatkan, harus ditanggapi secara sistematis oleh unit kerja terkait melalui rencana aksi yang terukur.
Namun demikian, pelaksanaan AMI yang efektif memerlukan prasyarat penting: keterlibatan dan komitmen seluruh unsur sivitas akademika. Teori Total Quality Management yang diperkenalkan oleh W. Edwards Deming menekankan bahwa mutu hanya akan tercapai jika seluruh elemen organisasi bergerak bersama dalam semangat perbaikan berkelanjutan. Oleh karena itu, Lembaga Penjaminan Mutu di UIN Raden Fatah tidak bisa bekerja sendiri. Unit-unit GPMF, GPMP, hingga tim auditor internal harus bersinergi dengan dosen, tenaga kependidikan, dan pimpinan unit dalam menyusun, melaksanakan, dan menindaklanjuti audit mutu. karena pasal 52 ayat (3) UU No. 12 Tahun 2012 menyebutkan bahwa penjaminan mutu dilakukan melalui penetapan, pelaksanaan, evaluasi, pengendalian, dan peningkatan standar pendidikan tinggi. Hal ini dikenal dengan istilah siklus PPEPP. Siklus ini menjadi kerangka dasar dari semua aktivitas penjaminan mutu dan harus diterapkan oleh seluruh unit di UIN Raden Fatah. 1). Penetapan: Unit kerja menetapkan standar mutu berdasarkan SN-DIKTI dan kebijakan internal. 2). Pelaksanaan: Standar yang ditetapkan diimplementasikan secara konsisten di berbagai aspek pendidikan, penelitian, dan pengabdian. 3). Evaluasi: Melalui AMI, kinerja terhadap standar dinilai dengan data dan bukti objektif. 4). Pengendalian: Hasil evaluasi digunakan untuk mengidentifikasi gap dan mengambil tindakan korektif. dan 5). Peningkatan: Dilakukan inovasi dan penguatan berkelanjutan terhadap standar dan pelaksanaannya. Siklus ini tidak bersifat linier, melainkan spiral progresif, di mana setiap siklus yang diselesaikan akan membawa peningkatan kualitas ke tingkat yang lebih tinggi (Direktorat Jenderal Dikti, 2020).
Penerapan AMI yang baik juga menuntut tata kelola data yang akurat dan sistem informasi yang mendukung. Tanpa data yang valid dan real-time, audit akan kehilangan daya analisisnya. Oleh karena itu, integrasi antara sistem informasi akademik, manajemen kinerja, dan pelaporan mutu menjadi kebutuhan mendesak. Dengan pemanfaatan teknologi, proses audit dapat dilakukan lebih efisien dan hasilnya lebih dapat diandalkan untuk pengambilan keputusan mutu. Dalam perjalanannya, membangun budaya mutu tidak akan terwujud dalam satu siklus audit atau satu periode kepemimpinan. Ia adalah proses panjang yang menuntut konsistensi, komitmen, dan kolaborasi. Namun setiap langkah kecil dalam audit, setiap rekomendasi yang ditindaklanjuti, dan setiap evaluasi yang dimaknai dengan jujur, adalah bagian dari mozaik budaya mutu itu sendiri. Ketika seluruh elemen institusi menjadikan mutu sebagai cara berpikir dan bertindak, maka pada saat itulah budaya mutu telah mengakar.
Penting untuk dipahami bahwa budaya mutu bukan hanya domain LPM atau auditor internal, tetapi harus menjadi kesadaran kolektif seluruh civitas akademika. Menurut Deming (1986) dalam teorinya tentang Total Quality Management, perbaikan mutu yang berkelanjutan hanya bisa dicapai apabila seluruh elemen dalam organisasi terlibat aktif dan memiliki tanggung jawab terhadap mutu.
UIN Raden Fatah harus menekankan bahwa setiap unit kerja memiliki fungsi dalam PPEPP. Misalnya, dosen sebagai pelaksana standar pembelajaran; kepala laboratorium sebagai penjaga mutu sarana; bagian akademik sebagai pemantau layanan administrasi akademik. Dalam konteks AMI, keterlibatan ini diwujudkan melalui penyusunan dokumen evaluasi diri, pelaksanaan audit internal secara partisipatif, dan tindak lanjut hasil audit yang melibatkan pimpinan unit. UIN Raden Fatah memiliki potensi besar untuk menjadi pelopor budaya mutu di lingkungan perguruan tinggi keagamaan. Dengan menjadikan AMI sebagai ruh dari SPMI, bukan hanya sebagai ritual tahunan, universitas ini dapat menapaki jalan perubahan yang berkelanjutan. Audit Mutu Internal bukan sekadar alat kontrol, tetapi menjadi kendaraan menuju institusi yang lebih reflektif, adaptif, dan unggul secara holistik. Budaya mutu tidak dibangun dalam diam, tetapi dalam dialog yang jujur, tindakan yang nyata, dan semangat bersama untuk menjadi lebih baik dari waktu ke waktu.
Pada Prinsipnya Pelaksanaan AMI yang ideal mengikuti alur sebagai berikut, pertama Perencanaan Audit: LPM menyusun jadwal, memilih auditor, dan menetapkan unit audit. Kedua, Pemeriksaan Dokumen dan Kunjungan Lapangan: Auditor memverifikasi bukti pemenuhan standar. Ketiga, Wawancara dan Pengamatan: Digunakan untuk triangulasi data dan klarifikasi proses. Keempat Penyusunan Laporan Audit: Laporan berisi temuan, ketidaksesuaian, dan rekomendasi perbaikan. dan Kelima Tindak Lanjut: Unit kerja membuat rencana aksi atas rekomendasi dan melaporkan progresnya. Untuk memperkuat AMI sebagai budaya, hasil audit tidak boleh dipandang sebagai alat penilaian semata, tetapi sebagai refleksi kolektif untuk perbaikan institusi. Dengan kata lain, AMI bukan untuk mencari kesalahan, tetapi untuk menemukan ruang perbaikan yang konkret dan terukur.
Audit Mutu Internal (AMI) di lingkungan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Raden Fatah tahun akademik 2024/2025 dilaksanakan sebagai bentuk implementasi nyata dari siklus penjaminan mutu internal yang sistematis dan berkelanjutan. Salah satu unit yang diaudit dalam kegiatan ini adalah Program Studi Hukum Pidana Islam (HPI), yang saat ini dipimpin oleh Ketua Program Studi, Husin Rianda, SH., MH. Proses audit dilaksanakan oleh dua asesor internal, yakni Dr. Muhammad Isnaini, M.Pd. dan Leny Marzulina, M.Pd., yang telah memiliki pengalaman dan sertifikasi sebagai auditor mutu internal perguruan tinggi.
Audit ini diawali dengan proses klarifikasi terhadap dokumen evaluasi diri yang telah disusun oleh tim Prodi HPI. Asesor melakukan verifikasi terhadap pemenuhan standar mutu yang meliputi aspek tata pamong, kurikulum, proses pembelajaran, SDM, sarana prasarana, dan capaian pembelajaran lulusan. Dalam sesi wawancara yang dilakukan di ruang Prodi HPI, Dr. Muhammad Isnaini menekankan pentingnya keterkaitan antara dokumen perencanaan akademik dengan pelaksanaan di lapangan, terutama dalam hal monitoring pembelajaran dan tracer study alumni dan hal lain yang dianggap perlu untuk meningkatkan mutu yang berkelanjutan.