Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seni Keheningan: Belajar Berbicara Lebih Sedikit

15 November 2021   11:01 Diperbarui: 15 November 2021   11:08 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keheningan bukanlah ketiadaan kata-kata, melainkan berbicara dengan penuh makna tanpa membuka mulut | Ilustrasi oleh Oleg Mit via Pixabay

Dalam kata-kata Ansel Adam, "Ketika kata-kata menjadi tidak jelas, saya akan fokus dengan foto-foto. Ketika gambar menjadi tidak memadai, saya akan puas dengan keheningan."

Saya membayangkan bahwa kita perlahan belajar untuk duduk diam dan mengamati dunia di sekitar kita dengan ketakjuban. Mungkin ini akan mengambil waktu seumur hidup untuk belajar.

Tampaknya hanya yang tua yang bisa duduk bersebelahan dan menjaga keheningannya dengan tetap merasa puas. Yang muda (kebanyakan) tampak kurang ajar dan tidak sabar; mereka selalu berusaha untuk memecahkan kesunyian.

Tetapi itu sia-sia, karena senyap itu murni. Diam itu suci. Itu menyatukan orang karena hanya merekalah yang bisa tetap nyaman satu sama lain untuk mampu duduk berdampingan tanpa berbicara. Ini adalah paradoks yang hebat.

"Tiram terbuka sepenuhnya saat bulan purnama," demikian kata Leonardo Da Vinci, "dan ketika kepiting melihatnya, ia melemparkan sepotong batu atau rumput laut ke dalamnya hingga membuat tiram tidak bisa menutup lagi.

Tiram pun melayani kepiting atas daging-dagingnya. Begitulah nasib orang yang terlalu banyak membuka mulutnya, dan dengan demikian menempatkan dirinya pada belas kasihan pendengarnya."

Dalam kesusastraan, kita mengenal istilah "solilokui", yang mana seorang tokoh membangun wacana untuk dirinya sendiri dan digunakan untuk mengungkapkan perasaan, firasat, hingga konflik batin yang paling dalam dari tokoh tersebut.

Tapi sebenarnya solilokui hanyalah sebuah kuasi monolog. Dalam lakon-lakon Shakespeare, seorang peran, Hamlet misalnya, akan berdiri menyisih ke tepi pentas seraya mengucapkan sejumlah kata yang dikesankan lebih tertuju ke dalam dirinya sendiri.

Bahasa Indonesia punya idiom yang bagus untuk itu: berkata dalam hati. Inilah esensi dari seni keheningan. Inilah inti dari belajar berbicara lebih sedikit melalui "mode-hening" yang kita aktifkan ketika dunia begitu bising.

Dan saya mulai kedinginan (lagi).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun