Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mitos Cermin Antik Si Bocah Pemulung

2 Juli 2021   18:05 Diperbarui: 2 Juli 2021   18:47 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di kedalaman matanya, aku bisa melihat keindahanku sendiri | Ilustrasi oleh Nika Akin via Pixabay

Si Bocah bermimpi mengunjungi sebuah ladang anggur yang amat luas dan ungu. Langkahnya bergerak perlahan mengelilingi setiap sudut ladang sembari mencicipi buah anggur yang sudah masak.

Di tengah-tengah kesenangannya, Si Bocah melihat seorang perempuan dengan penutup kepala sedang memetik tangkai-tangkai anggur yang dimasukkannya ke dalam sebuah keranjang kecil di tangan kirinya.

Setelah berada dekat dengannya, barulah Si Bocah bisa menilai bahwa perempuan itu merupakan seorang nenek tua renta yang sudah tidak menyisakan satu gigi pun. Si Bocah bertanya, "Apa yang Nenek lakukan di sini?"

Tetapi nenek tersebut tidak memberikan respons apa pun dan hanya melanjutkan pekerjaannya dengan tenang, seolah pertanyaan Si Bocah itu tidak pernah ada. Mungkin pendengarannya juga sudah terganggu, pikir Si Bocah.

Tanpa berpikir apa-apa, Si Bocah membantu nenek tersebut untuk memilih anggur-anggur yang sudah masak. Dia menimbang-nimbang kecerahan warna anggurnya, bertingkah seakan punya keahlian khusus dalam memanen buah anggur, padahal dia sendiri hanya seorang pemulung.

"Dan kau, apa yang kau lakukan di sini?" tanya nenek tersebut tiba-tiba yang membuat Si Bocah menjatuhkan anggurnya tanpa sengaja. Dia sendiri merasa heran karena nada bicara dari nenek tersebut sangat lafal. Gigi-giginya sudah tidak ada!

"Kau tidak mendengarku?" sambung sang nenek tanpa memalingkan pandangannya dari ranting anggur.

Dalam hati, Si Bocah bergumam bahwa nenek itu sendirilah yang tidak mendengar ucapannya. Tetapi kemudian dia berujar, "Entah, aku pikir semua ini adalah surga. Dan ketika di surga, orang-orang tidak menetapkan tujuan apa pun selain bersenang-senang."

Nenek itu menyunggingkan senyum tipis yang amat manis pada Si Bocah. "Ikutlah bersamaku," katanya.

Mereka pun sampai di sebuah gubuk kuno yang setiap dindingnya disekat oleh rotan yang sudah berlubang. Tiang-tiangnya sudah sangat rapuh hingga perkiraan Si Bocah, gubuk ini akan runtuh dalam beberapa jam.

Nenek tersebut masuk ke dalam gubuk beberapa saat, lalu kembali keluar dengan membawa sebuah cermin berpigura kayu antik. Di setiap sisinya terdapat ukiran-ukiran aneh yang mengingatkan Si Bocah pada tembok candi. Dan menilik dari kejernihan kacanya, cermin itu tidak terawat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun