Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengapa Kita Suka Bergosip?

3 Mei 2021   13:19 Diperbarui: 6 Mei 2021   11:02 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kita tahu bahwa bergosip itu buruk, tapi mengapa kita senang melakukannya? | Ilustrasi oleh RODNAE Productions via Pexels

Oleh karena itu, kita telah memiliki insting untuk membandingkan segala sesuatu dengan cara menilai dan kemudian menyimpannya dalam ingatan.

Ini seperti ketika Anda memilah-milah pakaian. Anda akan menilai, apakah baju tersebut tergolong lengan panjang atau lengan pendek. Jika lengan panjang dimasukkan ke laci A, dan jika lengan pendek dimasukkan ke laci B.

Dalam kasus bergosip, mula-mula Anda menilai orang-orang yang Anda kenal. Setelah itu, Anda menyimpan penilaian itu di dalam ingatan, dan ia akan muncul kembali ketika ada rangsangan dari luar.

Sebagai contoh, Anda menilai si A sebagai orang yang pemalas. Kemudian terjadilah pada suatu siang di perkumpulan sosialita, ada seorang ibu yang membanggakan prestasi anaknya.

Pikiran Anda akan segera merespons, seakan-akan memori Anda mulai bergejolak mengingat orang yang Anda kenal sebagai pemalas. Dan triiingg!!

Anda mulai berkata, "Eh lihat deh anaknya Bu ... Iya, si A! Dia itu anaknya pemalas banget! Masa di kelasnya peringkat terakhir! Pasti ibunya gak becus mendidik anak."

Kita cenderung kepo terhadap kehidupan orang lain

Manusia memiliki dorongan yang kuat untuk mengetahui kehidupan orang lain. Ini bisa berkaitan dengan poin pertama tadi. Atau, kita melakukannya agar kita merasa tidak sendirian. Kita ingin tahu, apakah di sana ada yang lebih buruk ketimbang kita.

Mirisnya, hal ini dimanfaatkan oleh media massa. Kita melihatnya setiap hari di balik segudang artikel dan program televisi yang mewartakan kehidupan para selebriti. Semua itu dibumbui dengan daya tarik yang memikat sehingga kita, secara tidak sadar, begitu menikmatinya.

Kita membaca tajuk yang menarik perhatian sehingga kita rela untuk duduk manis cukup lama. Namun, kita tidak tahu secara pasti, apakah orang yang diberitakan tersebut merasa senang dengan adanya pemberitaan tersebut.

Renungkan. Naluri kita sebagai makhluk yang kepo terhadap kehidupan orang lain telah dijadikan ladang bisnis bernilai miliaran rupiah (atau bahkan triliunan) oleh para pelaku industri.

Saya mengerti, itu adalah cara mereka untuk bertahan hidup. Tapi, apa esensi dari berita? (Sebaiknya saya tidak boleh (terlalu banyak) menghakimi siapa pun).

Pengalaman masa kecil

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun