Tapi, hidup punya kemungkinan yang tak terbatas. Ia bisa merenggut segalanya dari kita secara tiba-tiba. Dan jika standar rasa nikmat kita tidak tinggi, kita tidak akan begitu kecewa saat kehidupan sedang tidak baik.
Seperti yang dikatakan seorang pemikir, "Orang kaya sesungguhnya adalah mereka yang merasa cukup dalam keadaan kekurangan, mereka yang tersenyum saat kelaparan, mereka yang menangis dalam keberlimpahan."
Mengajarkan nilai berharga dari pengorbanan
Berpuasa juga mengajarkan kita tentang nilai dari pengorbanan. Bukankah di akhir bulan Ramadan kita diwajibkan membayar zakat? Bukankah bagi mereka yang sudah tidak mampu berpuasa diwajibkan membayar fidyah?
Nilai dari sebuah pengorbanan tidak didapatkan oleh mereka yang memberi dengan terpaksa. Ia datang dari rasa ikhlas tanpa pamrih. Dan apa yang paling mengagumkan?
Secara paradoksal, semakin banyak kita melepas justru membuat kita semakin banyak menerima. Memang terdengar janggal, tapi hidup memang anomali.
Jika Anda ingin laba perusahaan Anda meningkat, Anda juga harus meningkatkan pengorbanan Anda, baik dari segi modal, pikiran, maupun produktivitas.
Jika Anda ingin mendapatkan kepuasan yang lebih besar terhadap sesuatu, Anda juga harus meningkatkan pengorbanan Anda untuk sesuatu yang dimaksud.
Jika Anda ingin lebih dihargai, Anda juga harus meningkatkan rasa menghargai Anda kepada orang lain.
Dan kemudian Anda bertanya kepada saya tentang kaitan hukum paradoks tadi dengan pemberian zakat. Saya hanya mengangkat bahu. Tapi, itulah jawabannya: saya tidak tahu.
Jaminan itu datang dari janji Allah. Jadi, biarkan hukum alam berjalan apa adanya. Bukankah kekuatan yang gaib lebih dikagumi?
Menarik diri dari kesibukan duniawi
Bulan Ramadan menyediakan waktu dan ruang yang lapang untuk tugas keagamaan. Sebagian besar dari kita akan rutin melaksanakan tilawah Al-Qur'an dan salat berjamaah. Tempat-tempat pusat keagamaan Islam kembali ramai.